Thursday, March 17, 2016

Menakar Kebenaran Opini

Posted by KHUTBAH | 4:16 PM Categories: , , , ,
Isi Khutbah

Marilah menakar kebenaran opini. Saat ini kita sudah terbiasa dengan opini di media tentang perdebatan antar individu maupun antar kelompok.  Atau boleh jadi kita termasuk pelaku perdebatan itu sendiri akibat terbawa arus opini yang membentuk persepsi kita tentang suatu masalah. Lebih-lebih  masalahnya menyangkut sensitifitas hidup  kita berupa SARA, perdebatan itu bisa mengarah pada penghakiman, penghujatan dan fitnah. Penghujatan dan fitnah itu tidak hanya terjadi antar kelompok yang berbeda, bahkan antar kita sesama muslim, kita saling hujat dan saling fitnah dalam menghadapi isu yang berkembang. Lihat saja apa yang terjadi di media sosial-media sosial saat ini, perang opini yang membuat kita miris. Dua blok opini yang keduanya berada pada titik ekstrim, memunculkan penghakiman, pem-bully-an terhadap pigur tertentu, penghujatan dan fitnah sesama muslim, semuanya mengatasdasarkan kebenaran-keyakinannya masing-masing.

Jamaah sholat Jum’at yang dirahmati Allah
Apa yang salah dari semua ini, apa akar masalahnya, bagaimana kita menyikapinya terhadap segala aksi penghakiman ini? Hemat khotib, kita tidak teliti terhadap informasi atau berita dari mana sumbernya, kita terima tanpa menelaah lebih jauh, dan terburu-buru memberi kesimpulan. Sejatinya sebagai umat muslim, kita harus memperhatikan firman Allah swt. Q.S. Alhujarat ayat 6

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
Wahai orang- orang yang beriman, jika ada seorang faasiq datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian.

Ayat ini dengan jelas memberikan pelajaran bagi umat islam agar tidak mudah terpancing terhadap sebuah pemberitaan yang tidak jelas sumbernya. Lebih-lebih pemberitaan tersebut bernada tendensius dan provokatif, menyulut pertentangan sara. Itulah yang dalam bahasa Al-quran berita yang dikeluarkan oleh orang-orang fasiq, yang dalam konteks sekarang, orang fasiq bisa jadi orang-orang yang mempunyai tujuan-tujuan politik kotor, memancing di air keruh, memprovokasi dengan berbagai propaganda dan fakta-fakta dusta, demi tercapainya tujuan-tujuan politik mereka.

Oleh karena itu alquran sudah memberikan panduan, suatu berita harus di cek and ricek terlebih dahulu, kroscek kebenarannya, telusuri sumbernya. Kalau memang tidak tau persis persoalannya, maka janganlah ikut menghakimi yang akan menggiring opini ke arah yang tidak bertanggung jawab. Kalau memang ada opini ditengah-tengah kita, maka sebagai upaya tabayyun menjalankan pesan alquran kita harus terus menerus mendialogkan opini tersebut demi dan sampai menemukan kebenaran  bukan pembenaran. Kalau pembenaran yang kita cari, bukan kebenaran, maka selamanya kita akan subjektif, berfikir sempit,  menganggap kelompok kita yang paling benar, menutup diri dari kebenaran orang lain. Kalau pembenaran yang selalu kita cari bukan kebenaran, maka kita akan selalu bermental kerdil, menjadi serba paranoid akan kejayaan kelompok lain.  Kalau ini terjadi, maka selamanya kita tidak akan berlaku adil.

Jamaah Sholat Jum’at yang dirahmati Allah.
Ada ungkapan yang sangat inspiratif menyangkut masalah ini dari seorang sastrawan Pramudya Ananta Toer dalam salah satu karyanya Bumi Manusia, “harus adil sudah sejak dalam pikiran, jangan ikut-ikutan jadi hakim tentang perkara yang tidak diketahui benar tidaknya”. Terasa dari ungkapan ini, kita rasakan saat ini komentar-komentar di media sosial; penuh penghujatan dan penghakiman, semua  kita seolah telah menjadi hakim yang memutus perkara, bicara ke sana kemari tentang suatu opini yang sejatinya kita belumlah mengerti. Namun lantang mengumbar persepsi seolah kita pemerhati yang mumpuni. Kita menuduh seseorang  korupsi tapi tanpa bukti. Bahkan kita lampaui otoritas Tuhan dengan menghujat keimanan seseorang dengan sebutan kafir.

Semua yang kita bicarakan tidak lebih dari sebuah prasangka yang tidak didasarkan fakta. Bukankah Allah sungguh mengecam orang yang selalu berprasangka

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa. Jangan pula kalian memata-matai dan saling menggunjing. Apakah di antara kalian ada yang suka menyantap daging bangkai saudaranya sendiri? Sudah barang tentu kalian jijik padanya. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allaah Maha menerima taubat dan Maha Penyayang. [al-Hujurât/49:12].
Jamaah sholat jumat yang dirahmati Allah
Sekali lagi, berlakulah adil sejak dalam fikiran, marilah bijak menakar kebenaran opini. Jangan lantaran kebencian kita pada seseorang atau kelompok tertentu, membuat kita menutup kebenaran yang mereka miliki. Renungkanlah firman Allah ini:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآَنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
(Artinya: “Wahai orang-orang beriman, hendaknya kalian menjadi orang-orang yang menegakkan kebenaran karena ALLAH, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencian kalian terhadap suatu kaum mendorong kalian berlaku tidak adil. Berlakulah adil, karena hal itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada ALLAH. Sesungguhnya ALLAH Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”) (Al Maa’idah:  8)

0 komentar:

Post a Comment

  • RSS
  • Delicious
  • ini apa
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube