Isi Khutbah
Amar ma’ruf nahi munkar adalah istilah yang sangat populer dalam
khazanah dakwah islam. Sekilas di sini akan diketengahkan sisi semantik amar
ma’ruf nahi munkar dan selanjutnya dan yang terpenting adalah bagaimana amar
ma’ruf nahi mukar ini sejatinya diwujudkan oleh individu, masyarakat muslim,
dan Negara.
Istilah amar ma’ruf nahi munkar salah
satunya diambil dari ayat al-Quran surat Ali Imron ayat 104 :
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ
يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ
الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru/mengajak kepada kebajikan, menyuruh/ memerintahkan
kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung. Qs.3:104
Lalu apa Perbedaan Khoir dan Ma’ruf
dalam ayat di atas?
Jamaah sholat Jumat yang dirahmati
Allah
Khoir mengandung arti kebaikan yang bersifat normatif, universal
dari Tuhan, sesuai fitrah manusia. Pandangan ini berlaku umum dan dimiliki oleh
setiap manusia sepanjang zaman. seperti ‘Adil, jujur, berbuat baik terhadap
orang tua, dsb Ma’ruf adalah Sesuatu yang baik menurut pandangan umum
suatu masyarakat, dimana standar kebaikannya sudah mafhum diketahui oleh semua
orang pada zamannya. Aplikasinya, ma’ruf
adalah kebaikan yang sudah menjadi norma, diwujudkan, dibakukan,
ditegaskan dalam bentuk peraturan atau undang-undang.
Contoh, nilai-nilai universal berupa
‘adil’, Tuhan mengajarkan kita untuk selalu berbuat adil (-baca: khoir-).
Lalu bagaimana menerapkan ke’adil’an pada suatu masyarakat? Lalu dibuatlah
peraturan-peraturan dari lingkungan terkecil kita; keluarga, masyarakat. Lalu
dalam kontek Negara, dirumuskannya peraturan perundang undangan, baik yang
menyangkut hukum perdata maupun pidana. Maka peraturan atau undang-undang
inilah yang harus diperintahkan, ditegakan atau dipaksakan untuk ditaati atau
dilaksanakan kepada setiap warga masyarakat. Inilah yang dinamakan amar
ma’ruf.
Sebagaimana juga perintah Tuhan
untuk jujur (baca: khoir). Maka bagaimana mewujudkan nilai jujur
tersebut dapat dirasakan dan tercipta dalam kehidupan bermasarakat khususnya dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara? Perlu ada standar yang dibakukan, yang harus
diterima, dipatuhi dan dijalankan oleh setiap warga Negara. Maka munculah paraturan
perundang-undangan menyangkut KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dan
undang-undang tindak pidana korupsi (Tipikor).
Siapa yang lebih utama menegakan
amar ma’ruf nahi munkar
Jamaah Sholat Jum’at yang dirahmati
Allah
Oleh
karena itu, “khoir” selalu bergandengan dengan “yad uuna”
yang artinya “menyeru/mengajak”, dan kata “ma’ruf “ selalu
bergandengan dengan “ya’muruu” yang artinya “menyuruh/memerintah”.
Karena kebaikan yang difahami secara fitrah (khoir) tidak perlu di suruh
melainkan di ajak, manusia pasti menerimanya. Sedangkan kebaikan yang diketahui
(ma’ruf) tidak boleh diperintahkan sebelum ada kefahaman terhadap
kebaikaan tersebut. Tanpa munkar,
sebagaimana ma’ruf yang harus diperintah, sesuatu yang buruk dalam
masyarakat dan bertentangan dengan nilai-nilai ilahi harus dicegah atau di
larang.
Oleh
karena itu amar ma’ruf terutaman nahi munkar hanya bisa
dilaksanakan oleh yang memiliki kekuasaan. Amar ma’ruf dan nahi
munkar hanya bisa diterapkan pada yang dikuasai. Dalam hal ini Negaralah
(baca; pemerintah) yang menjadi lokomotif bagi tegaknya amar ma’ruf nahi
munkar. Karena Negara adalah sumber kekuasaan dan mempunyai instrument kekuatan
berupa polisi, tentara dan para penegak hukum lainnya.
Maka
kejahatan-kejahatan yang sudah melembaga tidak akan mungkin dapat diruntuhkan
oleh perorangan atau organisasi kebaikan yang tidak sebanding. Dan Negaralah yang
harus tampil sebagai ‘super hero’ menegakan yang ma’ruf dan mencegah
kemungkaran sebagai perwujudan dari kekuatan atau simbol ‘tangan’ sebagaimana
dalam hadits Nabi Saw.: “Barang siapa melihat kemunkaran, maka rubahlah dengan ‘tangan’mu
(kekuatan yang berbasis kekuasaan Negara)”. Maka jangan lagi pertanyakan
motifnya ketika Negara bertindak membasmi kemungkaran, karena itu memang sudah
menjadi tugas dan kewajibannya.
Jamaah
Sholat Jum’at yang dirahmati Allah
Betapa
banyak Bandar-bandar perjudian, narkoba atau prostitusi yang sudah sedemikian
terorganisir serta mempunyai jaringan-jaringan premanisme yang cukup solid.
Maka tidak mungkin rasanya dapat dijinakan tanpa campur tangan dari kekuatan
Negara untuk melumpuhkannya. Sebut saja Kali Jodo, lokasi prostitusi termashur
dijakarta yang sudah ada sejak tahun 1970an. Bukan cuma ramainya bisnis
prostitusi di sana, melainkan memunculkan bisnis-bisnis panas lainnya seperti
perjudian, narkoba, diskotik. Di balut dengan kelompok-kelompok preman yang
‘berkuasa’ yang membuat ciut nyali siapapun. Preman-preman tersebut yang
membentengi, siap mempertaruhkan nyawanya demi keberlangsungan hidup kali jodo.
Gesekan antar preman kerap terjadi bahkan pertumpahan darah. Itulah cerita kali
jodo, surga dunia yang kelam, pusat kenikmatan sekaligus menjadi sumber
kebiadaban manusia. Di sanalah kemaksiatan-kemaksiatan kelas kakap tumbuh
seiring menjadi bagian kehidupan kota Jakarta selama puluhan tahun.
Maka
penutupan dan penggurusan lokasi kali jodo oleh pemda setempat saat ini dapat
dikatakan nahi munkar yang dilakukan oleh Negara dalam kontek wilayah
propinsi. Karena setiap penguasa wilayah administratif di bawahnya semacam
kabupaten, kecamatan atau kelurahan bisa jadi mempunyai persoalan-persoalan
sosialnya sendiri yang harus ditangani oleh pemerintahan tingkat kota
administratif tersebut. Bahkan adalah Negara setingkat penguasa presiden tentunya
lebih kompleks dalam menghadapi persoalan penyimpangan sosialnya berupa mafia
kelas kakap yang terselubung, konglomerasi, pelanggaran hukum oleh oknum-oknum
pejabat tinggi Negara serta ancaman eksternal yang mengancam kedaulatan Negara.
Maka dibutuhkan pemerintah yang kuat dan berani dalam menegakan amar ma’ruf
nahi munkar untuk terciptanya keadilan, kesejateraan dan rasa aman bagi setiap
warga Negara.
Menjadi
Umat yang terbaik
Jamaah
sholat Jum’at yang dirahmati Allah
Meskipun
peran dan tanggung jawab amar ma’ruf nahi munkar lebih dititikberatkan pada Negara,
namun tidaklah membuat kita lepas tanggung jawab. Bagaimanapun khitab
untuk beramar ma’ruf nahi munkar tidak akan menegasikan kita sebagi
individu. Dalam lingkungan terkecil seperti keluarga, kerabat atau tetangga
disanalah medan amar ma’ruf nahi munkar kita sebagai individu ;
menyokong berbagai pembangunan sarana prasarana ibadah, pendidikan atau kesehatan, aktif dalam kegiatan kemanusiaan, dan
lain sebagainya. Bahkan dalam konteks Negara, individu bisa berperan dalam amar
ma’ruf nahi munkar lewat pemikiran, ide, atau gagasan dalam bentuk dukungan
lisan atau tulisan dalam menyuarakan nilai-nilai fitrah kebaikan manusia.
Maka
jadilah kita umat yang terbaik, umat yang berpegang teguh kepada nilai
keTuhanan, yang dengan itu selalu saling memerintahkan kepada jalan kebaikan
dan saling mengingatkan untuk tidak terjerumus kepada kemungkaran. Umat yang
terbaik adalah umat yang senantiasa bekerjasama dalam memproduksi budaya
kebaikan sebagai pegangan untuk terlibat aktif menjalankan roda kehidupan.
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ
بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلَوْءَامَنَ
أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ
وَأَكْثَرَهُمُ الْفَاسِقُونَ
Kamu adalah
umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf,
dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman
dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. 3:110)
0 komentar:
Post a Comment