Isi Khutbah
Jamaah sholat Jum’at yang dirahmati Allah
Marilah menakar kebenaran opini. Saat ini kita sudah terbiasa dengan opini di
media tentang perdebatan antar individu maupun antar kelompok. Atau boleh jadi kita termasuk pelaku perdebatan
itu sendiri akibat terbawa arus opini yang membentuk persepsi kita tentang
suatu masalah. Lebih-lebih masalahnya
menyangkut sensitifitas hidup kita
berupa SARA, perdebatan itu bisa mengarah pada penghakiman, penghujatan dan
fitnah. Penghujatan dan fitnah itu tidak hanya terjadi antar kelompok yang
berbeda, bahkan antar kita sesama muslim, kita saling hujat dan saling fitnah
dalam menghadapi isu yang berkembang. Lihat saja apa yang terjadi di media sosial-media
sosial saat ini, perang opini yang membuat kita miris. Dua blok opini yang
keduanya berada pada titik ekstrim, memunculkan penghakiman, pem-bully-an
terhadap pigur tertentu, penghujatan dan fitnah sesama muslim, semuanya
mengatasdasarkan kebenaran-keyakinannya masing-masing.
Jamaah sholat Jum’at yang dirahmati Allah
Apa yang salah dari semua ini, apa akar
masalahnya, bagaimana kita menyikapinya terhadap segala aksi penghakiman ini?
Hemat khotib, kita tidak teliti terhadap informasi atau berita dari mana
sumbernya, kita terima tanpa menelaah lebih jauh, dan terburu-buru memberi
kesimpulan. Sejatinya sebagai umat muslim, kita harus memperhatikan firman
Allah swt. Q.S. Alhujarat ayat 6
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ
جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ
فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
Wahai orang- orang yang beriman, jika ada seorang
faasiq datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka
tabayyunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya
pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal
atas perlakuan kalian.
Ayat ini dengan jelas memberikan pelajaran bagi
umat islam agar tidak mudah terpancing terhadap sebuah pemberitaan yang tidak
jelas sumbernya. Lebih-lebih pemberitaan tersebut bernada tendensius dan
provokatif, menyulut pertentangan sara. Itulah yang dalam bahasa Al-quran
berita yang dikeluarkan oleh orang-orang fasiq, yang dalam konteks sekarang,
orang fasiq bisa jadi orang-orang yang mempunyai tujuan-tujuan politik kotor,
memancing di air keruh, memprovokasi dengan berbagai propaganda dan fakta-fakta
dusta, demi tercapainya tujuan-tujuan politik mereka.
Oleh karena itu alquran sudah memberikan panduan,
suatu berita harus di cek and ricek terlebih dahulu, kroscek kebenarannya,
telusuri sumbernya. Kalau memang tidak tau persis persoalannya, maka janganlah
ikut menghakimi yang akan menggiring opini ke arah yang tidak bertanggung
jawab. Kalau memang ada opini ditengah-tengah kita, maka sebagai upaya tabayyun
menjalankan pesan alquran kita harus terus menerus mendialogkan opini tersebut
demi dan sampai menemukan kebenaran bukan
pembenaran. Kalau pembenaran yang kita cari, bukan kebenaran, maka selamanya
kita akan subjektif, berfikir sempit, menganggap kelompok kita yang paling benar,
menutup diri dari kebenaran orang lain. Kalau pembenaran yang selalu kita cari
bukan kebenaran, maka kita akan selalu bermental kerdil, menjadi serba paranoid
akan kejayaan kelompok lain. Kalau ini
terjadi, maka selamanya kita tidak akan berlaku adil.
Jamaah Sholat Jum’at yang dirahmati Allah.
Ada ungkapan yang sangat inspiratif menyangkut
masalah ini dari seorang sastrawan Pramudya Ananta Toer dalam salah satu
karyanya Bumi Manusia, “harus adil sudah sejak dalam pikiran, jangan
ikut-ikutan jadi hakim tentang perkara yang tidak diketahui benar tidaknya”.
Terasa dari ungkapan ini, kita rasakan saat ini komentar-komentar di media sosial;
penuh penghujatan dan penghakiman, semua
kita seolah telah menjadi hakim yang memutus perkara, bicara ke sana
kemari tentang suatu opini yang sejatinya kita belumlah mengerti. Namun lantang
mengumbar persepsi seolah kita pemerhati yang mumpuni. Kita menuduh seseorang korupsi tapi tanpa bukti. Bahkan kita lampaui
otoritas Tuhan dengan menghujat keimanan seseorang dengan sebutan kafir.
Semua yang kita bicarakan tidak lebih dari sebuah
prasangka yang tidak didasarkan fakta. Bukankah Allah sungguh mengecam orang
yang selalu berprasangka
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا
يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ
أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ
رَحِيمٌ
Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan
berprasangka, karena sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa. Jangan pula
kalian memata-matai dan saling menggunjing. Apakah di antara kalian ada yang
suka menyantap daging bangkai saudaranya sendiri? Sudah barang tentu kalian
jijik padanya. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allaah Maha menerima
taubat dan Maha Penyayang. [al-Hujurât/49:12].
Jamaah sholat jumat yang dirahmati Allah
Sekali lagi, berlakulah adil sejak dalam fikiran, marilah bijak menakar
kebenaran opini. Jangan lantaran kebencian kita pada seseorang atau kelompok
tertentu, membuat kita menutup kebenaran yang mereka miliki. Renungkanlah
firman Allah ini:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا
كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ
شَنَآَنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا
هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا
تَعْمَلُونَ
(Artinya:
“Wahai orang-orang beriman, hendaknya kalian menjadi orang-orang yang
menegakkan kebenaran karena ALLAH, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
kebencian kalian terhadap suatu kaum mendorong kalian berlaku tidak adil.
Berlakulah adil, karena hal itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah
kepada ALLAH. Sesungguhnya ALLAH Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”) (Al
Maa’idah: 8)
0 komentar:
Post a Comment