Wednesday, February 9, 2011

Maut Pasti Menjemput

Posted by KHUTBAH | 10:23 PM Categories: ,
Isi Khutbah
Belum lagi teka-teki hidup ini selesai dipecahkan, misteri kematian semakin dekat kerap mengintai. Hidup dan mati adalah dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. keberanian kita menerima kehidupan sejatinya sejalan dengan keniscayaan kita memaklumkan kematian. Namun mengapa isu kematian begitu merisaukan dan kedatangannya begitu menyesakan, seolah kita ingin kekal selamanya di belantara dunia yang sejujurnyapun manusia tidak mengerti rimbanya. Keinginan kekal hidup di dunia adalah naluriah manusia yang telah diwariskan leluhurnya sejak awal penciptaan. Bermula dari iblis yang mengelabui Adam :
فَوَسْوَسَ إِلَيْهِ الشَّيْطَانُ قَالَ يَآءَادَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَى شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لاَّيَبْلَى
Kemudian syaitan membisikan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata :"Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa" (QS. 20:120)
Iblis menawarkan kekekalan yang sebenarnya adalah semu. Adam terbujuk dan terlempar dalam kehinaan yang sebenarnya.

Kisah ini adalah ilustrasi dari kehidupan dunia yang selalu menawarkan kenisbian. Dunia dengan segala kesenangan dan kebahagiaan di dalamnya tak lebih dari sebuah patamorgana untuk menjebak manusia terperangkap dalam penjara yang membinasakan.

Untunglah ada agama, sebagai pedoman hidup yang menawarkan segenap kemungkinan, menembus batas ruang dan waktu. Meski tidak selamanya dapat dimengerti oleh akal, karena memang suguhan agama melampaui apa yang dapat dicerna akal. Kekekalan yang ditawarkan agama berbanding tebalik dengan kekekalan yang disuguhkan iblis kepada manusia

Di sinilah letak relevansinya hidup sebagai persiapan kita menghadapi kematian, dan kematian adalah lorong dimana kita menuju alam kabadian di sisi Tuhan. Agama tentunya tidak akan memberikan garansi sedikitpun bagi manusia yang sudah ada padanya petunjuk. Atas karsa dan kuasa manusialah nasibnya ditentukan. Hidup adalah memilih.
فَمَن شَآءَ فَلْيُؤْمِن وَمَن شَآءَ فَلْيَكْفُرْ
maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir

Agama sudah mewanti-wanti untuk tidak menghadapi kematian kecuali saat kita dalam jalan keselamatan dan kepasrahan kepada Tuhan
يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (QS. 3:102)

Agama juga sudah mengisaratkan kepada kita akan contoh-contoh orang yang menyesali kematiannya akibat perilaku buruknya di dunia

وَأَنفِقُوا مِن مَّارَزَقْنَاكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلآ أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ الصَّالِحِينَ
Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata:"Ya Rabbku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh" (QS. 63:10)

Meski setiap saat kematian terlihat, namun banyak orang yang lengah akan kedatangannya, termasuk kita, termasuk saya. Sayyidina Ali kw. berkata : “Aku tidak pernah melihat suatu batil (yang akan punah) tetapi dianggap haq (pasti dan akan langgeng) sebagaimana halnya kehidupan dunia, dan tidak pernah pula melihat sesuatu yang haq (pasti) tetapi diduga batil (lenyap tanpa wujud) seperti halnya maut.”
Demikianlah lazimnya manusia menyikapi kematian, seolah ia akan tetap hidup selamanya, seolah ia tak pernah sadar bahwa setiap saat maut akan menjemputnya tanpa terduga, kapan dan di mana saja.
…………… وَمَاتَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. 31:34)
Dalam salah satu khutbahnya, Sayyidina Ali kw. berkata : “maut bagaikan hanya keniscayaan bagi selain kita. Hak di dunia ini bagaikan hanya wajib terhadap selain diri kita. Ketika kita mengantar jenazah, kita bagaikan mengantar siapa yang segera akan kembali menemui kita. Kita meletakan mereka di kuburan mereka, kita makan warisan mereka bagaikan kita akan kekal selama-lamanya. Kita telah melupakan semua peringatan, dan merasa aman dari semua petaka, padahal kita hanya bertamu di dunia ini, dan apa yang kita miliki hanya pinjaman yang harus dikembalikan.”
Kematian pasti akan menemui kita, bukan kita yang akan menemuinya. Kematian ibarat anak panah lepas dari busurnya, akan terus mengejar sasarannya, dengan kecepatannya betapapun upaya kita untuk menghindarinya
قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلاَقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Katakanlah:"Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". (QS. 62:8)

Kendatipun kita bersembunyi di balik benteng-benteng yang kokoh, kematian tak akan pernah terhambat sejengkalpun untuk menemui kita
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِككُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ وَإِن تُصِبْهُمْ حَسَنَةُُ يَقُولُوا هَذِهِ مِن عِندِ اللهِ وَإِن تُصِبْهُمْ سَيِّئَةُُ يَقُولُوا هَذِهِ مِنْ عِندِكَ قُلْ كُلُُّ مِّنْ عِندِ اللهِ فَمَالِ هَؤُلآَءِ الْقَوْمِ لاَيَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًا
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika memperoleh kebaikan, mereka mengatakan:"Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan:"Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah:"Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun. (QS. 4:78)

Dan tidak akan pernah kita mampu untuk meminta penangguhan walau sedetikpun sebagaimana juga kita tidak bisa memintanya untuk dipercepat. Begitulah ajal sebagai batas akhir hidup manusia akan datang dengan pasti melebihi kepastian apapun di dunia ini.

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لاَيَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلاَيَسْتَقْدِمُونَ وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لاَيَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلاَيَسْتَقْدِمُونَ
Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya. (QS. 7:34)

Jamaah Sholat Jum’at rahimakumullah
Kematian bagaimanapun merupakan karunia ilahi, sebagaimana juga Allah melimpahkan karuniaNya bagi kehidupan. Filsuf Iqbal berpandangan bahwa kematian bukan bencana melainkan tangga menuju kesempurnaan. Dia kemudian menunjuk firmanNya dalam surat Maryam ayat 93-95:
إِن كُلُّ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ إِلآ ءَاتِي الرَّحْمَنِ عَبْدًا. لَّقَدْ أَحْصَاهُمْ وَعَدَّهُمْ عَدًّا. وَكُلُّهُمْ ءَاتِيهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَرْدًا
Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri. (QS. 19:95)

Kematian meskipun tampak lahirnya sebagai kepunahan, akan tetapi hakikatnya adalah sebagai kelahiran baru, sebagaimana bayi yang baru lahir diputus tali pusarnya yang menghubungkan janin dengan ibunya agar sang bayi dapat bebas bergerak dalam kehidupan barunya. Begitupun halnya dengan kematian, dimana Allah memutus tali kehidupan manusia di bumi untuk menempati satu kehidupan baru yang lebih luas, kekal, penuh dengan kenikmatan yang tidak pernah terbayangkan.
Bahkan sebagian ulama memahami, saat tiba di hunian baru, ada malaikat-malaikat yang menyambut sebagaimana penyambutan yang dilakukan perawat atau dukun beranak terhadap bayi yang baru lahir. Kalau para penyambut bayi membersihkan dan mengenakan pakaian untuknya, maka di alam sanapun demikian. Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah dalam bukunya ar-Ruh mengutip panjang lebar sebuah hadits yang menyatakan adanya malaikat-malaikat yang turun dari langit membawa kain kafan dari surga buat yang mukmin dan dari neraka buat yang kafir. Kafan itu serupa dengan pakaian bayi yang dikenakan untuknya setelah lahir ke dunia.
Namun demikian, kerisauan dan takut akan kematian sesuatu yang wajar menghinggapi perasaan manusia kebanyakan. Bahkan para ulama mengatakan bahwa adanya perasaan takut tersebut bagian dari wujudnya iman. Sebagaimana filsuf Jerman Martin Heideger menyatakan bahwa perasaan takut akan kematian merupakan sifat otentik bagi manusia sebaliknya orang yang terlalu berani dengan kematian adalah manusia yang inotentik.
Dan sebagai penutup khutbah ini, khotib ingin mengemukakan ayat al-qur’an, surat al-Mulk ayat 1-2 sebagai bahan renungan agar senantiasa kita menjalani kesempatan hidup ini sebagai wadah dan wahana untuk kita berbuat yang terbaik secara terus menerus.
تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ . الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun..

Khutbah I

اَلْحَمْدُ للهِ الّذِىْ اَكْرَمَ مَنِ اتَّقَى بِمَحَبَّتِهِ, وَاَوْعَدَ مَنْ خَالَفَهُ بِغَضَبِهِ وَعَذَابِهِ, اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَنَّ سَيْدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَرْسَلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلى الدِّيْنِ كُلِّهِ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيْدِنَا مُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللهِ وَخَيْرِ خَلْقِهِ, وَعَلَى الِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِى سَبِيْلِهِ. اما بعد : فَيَااَيُّهَاالنَّاسُ اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى اَمَرَنَا بِالاتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنَ. اَشْهَدُ اَنْ لاَّ ِالهَ ِالاَّ للهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ اِيَّاهُ نَعْبُدُ وَاِيَّاهُ نَسْتَعِيْنَ, وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمّدً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِّلْعَالَمِيْنَ. اَلّلهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ علَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِهِ وَاَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ. اَمَّا بَعْدُ : فَيَا عِبَادَالله اِتَّقُ اللهَ تَعَالَى رَبَّ الْعَالمَِيْنَ. وَسَارِعُوْ اِلى مَغْفِرَةِ اللهِ الْكَرِيْمِ. وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَلَى بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلاَئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ فَقَالَى فِى كِتَابِهِ الْعَزِيْز. اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتِهِ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِى يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.اَلّلهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلاْحْيَاءِ مِنْهُمُ اْلاَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُّجِيْبُ الدَّعْوَاتِ رَبَّنَا اتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى

0 komentar:

Post a Comment

  • RSS
  • Delicious
  • ini apa
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube