Sebagai
warga negara Indonesia khususnya, kita baru saja melewati salah satu hajat
besar negara, yaitu memilih sejumlah pemimpin daerah disebagian wilayah
Indonesia secara bersamaan waktunya yang kita sebut sebagai Pilkada serentak.
Dikatakan hajat besar karena esensi dari Pilkada ini adalah lahirnya para
pemimpin yang akan mengurus persoalan-persoalan besar bangsa menyangkut hajat
hidup masyarakat, menciptakan keadilan, ketentraman dan kedamaian warga
masyarakat. Yang menurut Ibnu Taimiyah
seorang pemimpin harus menjalankan fungsi fungsi menegakan amar-ma’ruf dan nahi
mungkar, memerintahkan kebaikan dan menghapus kebathilan.
Maka
sejatinya bukan cuma hak setiap warga untuk memilih, namun dari kaca mata
agama, menentukan pemimpin ini boleh jadi suatu kewajiban saat suatu keniscayaan
mengharuskan keniscayaan yang lain. Yang menurut kaidah ushul fiqh ما لا يتم الواجب الا به
فهو الواجب yang wajib
tidak akan sempurna kecuali dengan adanya sesuatu yang lain, maka sesuatu itu
hukumnya wajib. Maka memilih pemimpin yang sesuai syarat menjadi wajib sebelum
kewajiban pokok kita yaitu mentaati ulil Amri (pemimpin) wilayah atau negara.
Karena dari pilihan kita lah nasib suatu bangsa atau masyarakat akan
dipertaruhkan. Apakah kita menyerahkan bangsa atau masayarakat ini kepada
pemimpin yang amanah atau sebaliknya, kita biarkan bangsa dan masarakat ini
dipimpin oleh orang yang zalim dan berbuat kerusakan.
Jamaah
Sholat Jum’at yang dimuliakan Allah
Namun
bangsa ini sepertinya tak berkesudahan diterpa badai kepemimpinan. Berbagai
kasus yang menyeruak yang lama maupun yang baru datang lagi-lagi menggoyang
martabat kekuasaan. Ironi dan anomali etika pemimpin yang bermartabat begitu telanjang
muncul kepermukaan. Korupsi dan money politic dengan berbagai modusnya
memang sulit sekali disembuhkan, menggurita dan mengakar sampai dalam mindset
dan alam pikiran. Prakteknya beraneka ragam, dari bagi-bagi uang pecahan
sebelum pencoblosan sampai tarap mega skandal ‘papa minta saham’.
Muncul
pertanyaan, salahkah kita dalam menentukan pilihan, atau memang sudah tidak ada
lagi pilihan? Ada kesalahan mendasar yang selama ini kita abaikan. Kriteria
pemimpin yang sejati memang masih jauh dari harapan. Partai politik sebagai
mesin pencetak kader pemimpin jelas terlihat gagal, karena pola rekrutmen yang
selamanya berdasarkan fisik, figur dan kemapanan, bukan pada kemampuan. Banyak
kita lihat orang-orang dengan integritas baik sama sekali tidak dilirik atau
mungkin tidak tertarik untuk tampil dalam pentas politik yang penuh intrik. malah
orang-orang yang justru dalam track record buruk secara jelas, minim
kapasitas, jauh dari kapabilitas, karena hanya menyandang popularitas dalam
dunia selebritas, dapat melenggang bebas tersenyum puas. Inilah problem rekrutmen
para pemimpin kita.
Aristoteles
selamanya hanya bermimpi mengandaikan sebuah negara ideal yang dipimpin oleh
seorang filosof yang mengasumsikan negara berjalan di atas nilai nilai mulia
penuh kebajikan. Demikian juga filosof muslim al-Farabi, hanya bisa
membayangkan sebuah negara utama yang dipimpin oleh orang yang paling unggul
dan paling sempurna diantara mereka. Mereka adalah para filosof yang
berkarakter nabi orang yang mempunyai kemampuan fisik dan jiwa secara memadai.
Cita-cita
dua filosof tersebut bagaimanapun juga telah diisyaratkan dalam al-quran dan
hadits Nabi saw. Bahwa amanah kepemimpinan harus dipegang oleh orang-orang
terbaik dalam masyarakat bukan orang-orang yang zalim.
وَإِذ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبَّهُ بِكَلِمَاتٍ
فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِن ذُرِّيَتِي
قَالَ لاَ يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ
Dan (Ingatlah), ketika Ibrahim diuji Rabb-nya dengan beberapa kalimat
(perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah
berfirman:"Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh
manusia". Ibrahim berkata:"(Dan saya mohon juga) dari keturunanku.
Allah berfirman:"Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim". (QS. 2:124).
Kepemimpinan adalah amanah Allah, bukan sesuatu yang diminta, dikejar atau
diperebutkan.
يا عبد الرّحمن ابن سمرة لا تسأل ال امارة فانك ان
أعطيتها عن غير مسأل أعينت عليها و ان أعطيها عن مسألة وكلت اليها
“wahai Abdurrahmman bin samurah, janganlah engkau meminta
kepemimpin. Karena jika engkau diberi tanpa memintanya, niscaya engkau akan
ditolong. Namun jika diserahkan kepadamu karena permintaanmu, niscaya akan dibebankan
kepadamu (tidak akan ditolong). (HR. Bukhori)
Kepemimpinan melahirkan kekuasaan dan wewenang yang gunanya semata-mata
untuk memudahkan dalam menjalankan tanggung jawab melayani rakyat. Sabda Nabi
Saw. “tidaklah seorang pemimpin atau pemerintah yang menutup pintunya
terhadap kebutuhan, hajat, dan kemiskinan kecuali Allah akan menutup
pintu-pintu langit terhadap kebutuhan, hajat, dan kemiskinan (HR. Imam
ahmad dan Tirmidzi).
Bukan sebaliknya, digunakan sebagai peluang untuk memperkaya diri,
bertindak zalim dan sewenang-wenang. Dalam bentuk minta hadiah persekot, upeti,
saham atau apalah lainya secara illegal. Pemimpin seperti ini oleh Nabi dinilai
sebagai penghianat, “pemberian hadiah kepada pemimpin adalah penghianatan”.
Jamaah Sholat Jum’at yang berbahagia
Cita cita Aristoteles dan Al-Farabi mengandaikan pemimpin adalah orang
terbaik diantara mereka bukan tanpa alasan. Karena tanggung jawab seorang
pemimpin dalam memutus perkara umat amatlah beratnya. Memang dibutuhkan karakter
Nabi untuk memecah perkara umat secara adil. Atau paling tidak seorang pemimpin
harus mengikuti garis dan batas yang ditetapkan.
“dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang
diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu (al-Maidah:49)
Keadilan harus ditegakan tanpa pandang bulu meskipun terhadap diri
sendiri, orang tua atau kerabat dekat.
Wahai
orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan,
menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan
kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu
kemaslahatan. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang
dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi
saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu
kerjakan. (QS. 4:135)
Dan kadang banyak pemimpin memutuskan perkara sesuai kepentingan
kelompoknya meskipun tidak memenuhi rasa keadilan semestinya. Berbagai dalih
dan rekayasa mencari celah bahkan dilakukannya untuk memenangkan atau
meloloskan perkara yang menguntungkan kelompoknya. Al-qur’an telah memberikan
tuntunan untuk kasus seperti ini
Hai
orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-kali kebencianmuterhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku
tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan
bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang akamu
kerjakan. (QS. 5:8)
Tanggung jawab pemimpin meliputi dunia dan akhirat. Melenceng dari garis yang telah ditetapkan berakibat
nerakalah tempatnya. Diakhirat kelak ia akan diminta pertanggungjawabannya
dihadapan Allah swt.
“tidaklah seorang pemimpin mempunyai perkara kecuali ia akan datang
dengannya pada hari kiamat dengan kondisi terikat, entah ia akan deselamatkan
oleh keadilannya atau akan dijerumuskan oleh kezalimannya”.
Oleh karena berat tanggung jawab dan resiko seorang pemimpin di mata
Allah, maka pemimpin yang adil salah satu yang akan mendapat perlindungan Allah
di hari kemudian kelak سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ
اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: الْإِمَامُ الْعَادِل
tujuh golongan yang akan mendapat perlindungan Allah di akhir kelak salah
satunya adalah pemimpin yang Adil.
Jamaah sholat Jum’at yang
dimuliakan Allah
Dengan khutbah yang singkat ini
diharapkan akan membuka kesadaran kita bahwa kita juga harus bertanggung jawab
dalam menentukan pemimpin yang baik, tidak ikut-ikutan, tidak karena uang.
Karena pilihan kita akan menentukan masa depan bangsa dan wilayah ini. Semoga
pemimpin kita saat ini dan yang akan datang benar-benar menjalankan amanah
dengan benar dan membawa kita masyarakatnya kepada kemakmuran dan keadilan.
Amiin ya rabal alamin.
0 komentar:
Post a Comment