Isi Khutbah
Dikisahkan pada hari akhir nanti: ada
catatan amal yang kecil yang dibawa oleh malaikat dengan hati yang gundah.
Allah tersenyum, “meskipun kecil, yang kecil itu untuk-Ku.” Sementara ada
malaikat yang membawa catatan amal yang besar, tetapi ketika sampai dihadapan
Allah, amal itu ditolak. “meskipun sebesar gunung, amal itu bukan untuk-Ku
jangan minta pahala pada-Ku”.
Dari kisah tersebut di atas, kita dapat
menarik kesimpulan bahwa yang menjadi syarat diterimanya perbuatan adalah
ketika perbuatan itu beramakna bagi Allah bukan bagi manusia. Dengan kata lain suatu
perbuatan harus didasari dengan keikhlasan karena Allah. Perbuatan Ikhlas karena
Allah adalah perbuatan yang murni yang bebas dari motifasi, pengaruh, dan faktor-faktor
yang selainNya. Al-Gazali mengumpamakan ikhlas itu adalah sesuatu yang murni, bersih
dari campuran yang mencemarinya. Seperti susu yang murni dan bersih dapat
diminum dan berguna bagi kesehatan badan meskipun asal susu tersebut berada diantara
tahi dan darah dalam perut hewan.
وَإِنَّ
لَكُمْ فِي اْلأَنعَامِ لَعِبْرَةً نُّسْقِيكُم مِّمَّا فِي بُطُونِهِ مِن بَيْنِ
فَرْثٍ وَدَمٍ لَّبَنًا خَالِصًا سَآئِغًا لِلشَّارِبِينَ
Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat
pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum daripada apa yang berada dalam
perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan
bagi orang-orang yang meminumnya. (QS. 16:66)
Itulah perumpamaan ikhlas, kemurniannya dapat memberikan manfaat
bagi kehidupan meskipun keberadaannya dikelilinggi oleh kotoran dan najis yang
sangat dekat dan sangat memungkinkan untuk tercemar. Keikhlasan meskipun dari
amal yang kecil akan membawa rahmat bagi pelakunya dibanding dengan amal
sebesar gunung tapi tidak ikhlas tentunya akan membawa bencana.
Jamaah sholat Jum’at yang dirahmati Allah
Ketika ikhlas menjadi syarat diterimanya
amal perbuatan, maka tidak ada upaya lain
yang harus kita lakukan selain bersungguh-sungguh dalam memasrahkan setiap
perbuatan kita karena dan untuk Allah Swt. Demikian Allah perintahkan kita
dalam firmanNya:
وَمَآ
أُمِرُوْا إِلاَّ لِيَعْبُدُوْااللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَآءَ
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan keta'atan kepada-Nya. (QS. 98:5)
Ayat tersebut diatas menjadi landasan agar kita selalu ikhlas dari
setiap amal perbuatan yang kita kerjakan. Hal mana yang akan menghantarkan kita
menjadi hamba Allah yang sejati - martabat tertinggi manusia dihadapan Allah. Hamba
Allah sejati, saat si Hamba tidak menganggap apa yang berada dalam genggaman
tangannya sebagai miliknya, karena yang dinamai hamba tidak memiliki sesuatu.
Demikian Imam Ja’far Shodiq sebagaimana dikutip oleh Muhammad Al-Ghazali
(M.Quraish Shihab).
Sikap sebagai hamba Allah sejati-yang berupaya mendasari amal hanya
untuk Allah semata tergambar dalam ikrar yang diucapkan minimal 17 kali sehari
dalam sholat pada setiap ungkapan iyyakana’budu wa iyyaka nasta’iin
(hanya kepadaMu lah kami mengabdi dan hanya keepadaMu lah kami memohon
pertolongan). Ketika seorang menyatakan iyyaka na’budu, maka ketika itu
tidak sesuatu apapun, baik dalam diri seseorang maupun yang berkaitan dengannya
kecuali telah dijadikan milik Allah (M.Quraish Shihab). Keikhlasan menjadi
hamba Allah berarti menyerahkan dan memasrahkan diri ini kepada Allah.
Ikhlas sebagai hamba Allah menjadikan agama berjalan sesuai dengan makna
sejatinya. Amal yang ikhlas karena Allah menjadikan agama menemukan otentisitas
spiritnya. Amal itu seumpama jasad, sedangkan keikhlasan adalah ruhnya.
Demikian Ibnu Atha’illah dalam salah satu butiran hikmahnya. Jasad tanpa ruh,
maka menjadilah ia sesuatu yang mati. Amal tanpa keikhlasan, maka apalah arti. Ikhlas
berarti mengembalikan agama pada tempatnya yang agung dan suci. أَلاَ لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ “ingatlah hanya kepunyaan Allah agama yang bersih (azzumar:3)
Jamaah Sholat Jum’at yang dirahmati Allah
Lalu apa yang bisa atau menjadi ukuran keikhlasan? Tidak ada yang
bisa mengukurnya dan tidak ada alat untuk mengukurnya. Ikhlas adalah rahasia
Allah. Nabi Saw. bersabda bahwa Allah ta’ala berkata, “ikhlas itu salah satu
rahasia-Ku yang Aku titipkan dalam hati hamba-Ku yang aku cintai.
Ikhlas bukan untuk diakui apalagi diproklamirkan. Patut
dipertanyakan sesorang yang terbiasa mengungkapkan kata ikhlas untuk setiap
perbuatannya. Bahkan seseorang yang berbuat kebaikan kemudian terbersit dalam
hatinya bahwa dia sudah ikhlas mengerjakannya, orang tersebut belumlah ikhlas.
Syekh Sufi As-Susiy berkata, “ikhlas itu ialah ketiadaan melihat ikhlas. Karena
barang siapa melihat keikhlasan di dalam keikhlasan, maka keikhlasannya
membutuhkan keikhlasan.”
Demikianlah nilai keikhlasan, tidak untuk terbersit dalam pikiran,
tidak juga dirasakan oleh hati, apalagi sampai terucapkan lisan. Ikhlas adalah
rahasia Allah, ikhlas milik Allah, karena dia memang hanya untuk Allah tanpa
harus kita menyadarinya. Beramalah menurut kata hati sesuai petunjuk-petunjuk
kebenaran ilahi tanpa harus mengharapkan balasannya, berharaplah akan
keridhaanNya.
Jamaah Sholat Jum’at yang dirahmati Allah
Bagai murninya susu yang tidak tercampur oleh kotoran dan darah,
seorang seorang yang ikhlas atau mukhlis akan aman dari dorongan nafsu yang
akan memperdayakan. Dikatakan kepada Sahl,”manakah yang paling berat terhadap
nafsu?”Sahl menjawab, “Ikhlas, karena ia-nafsu- tidak punya bagian dalam
ikhlas.” Ia berkata pula, “keikhlasan adalah tenangnya manusia dan
gerak-geriknya karena Allah Ta’ala semata.” Keikhlasan tidak akan mungkin
tercampur oleh nafsu. Bagaimana mungkin ia tercampur nafsu, karena ikhlas itu sendiri
artinya murni dan Allah bebaskan orang mukhlish dari kedua sifat syirik dan
riya, demikian kata Al-Fudhail.
Maka syetanpun menyerah tanpa syarat ketika harus berhadapan para
mukhlisin. Sikap syetan ini ditegaskan sejak awal pembangkangannya terhadap
Allah saat syetan terusir dari surga.
قَالَ
رَبِّ بِمَآ أَغْوَيْتَنِي لأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي اْلأَرْضِ وَلأُغْوِيَنَّهُمْ
أَجْمَعِينَ . إِلاَّ عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ
Iblis berkata:"Ya Rabbku, oleh sebab Engkau telah memutuskan
bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan
ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya,
keculi hamba-hamba Engkau yang mukhlis diantara mereka". (QS.
15:41-40)
Ikhlas seakan menjadi benteng pertahananan orang-orang beriman yang
tidak akan bisa ditembus oleh syeitan yang setiap saat akan menjerumuskannya. Semoga
Allah jadikan kita termasuk hamba-hambaNya yang ikhlas. Amiin ya rabbal alamin.
0 komentar:
Post a Comment