Thursday, May 12, 2016

Isi Khutbah Jumat

Meninggalkan kesibukan dunia atau apa yang sering kita dengar dengan hidup ZUHUD. “Istirahatkan dirimu dari kesibukan mengurusi duniamu. Urusan yang telah diatur Allah tak perlu kau sibuk ikut campur”. Demikian Ibnu Atha’illah al-Iskandari dalam kitabnya yang masyhur al-Hikam.

Ungkapan tersebut mengisyaratkan bahwa janganlah kita terlalu sibuk mengejar dunia yang membuat  kita bersusah payah dan berletih-letih sehingga kita melupakan tugas utama kita sebagai manusia yaitu mencari bekal untuk masa depan kita, kehidupan akhirat. Karena dunia sejatinya dacari sebatas memenuhi kebutuhan kita untuk bertahan hidup saja, tidak untuk berlebih-lebihan. Urusan dunia yang yang hanya membuat kita bertahan hidup sudah diatur oleh yang Maha Kuasa. Semua kelangsungan hidup makhluk Allah sudah dijamin rizkinya sudah sejak lahir. “Dan tidak suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rizkinya…(Q.S.Hud:6). Maka janganlah kita hawatir dan takut akan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar hidup dunia kita, seperti makan, minum dan tempat tinggal.

Ini menyangkut keimanan-keyakinan akan Tuhan. Dan agama hadir untuk memberikan pedoman cara beriman yang benar kepada Tuhan. Keyakinan kepada Tuhan akan membentuk cara pandang, cara pandang yang bahwa hidup di dunia hanya sementara, hidup di dunia hanya sarana menggapai kehidupan yang sebenarnya yang kekal abadi. Itulah kehidupan akhirat. Kehidupan yang menjanjikan surga untuk manusia yang taat kepada Tuhan, atau kehidupan yang penuh penderitaan siksa neraka untuk manusia yang ingkar terhadap kebenaran Tuhan. Oleh karena itu kehidupan akhirat akan selalu lebuh baik dari pada kehidupan dunia. “Dan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal”(Q.S.Al-‘ala:17). dan kepada Tuhanlah akhir tujuan hidup kita Q.S.An-Naziat:44).

Inilah yang menjadi paradigma atau cara pandang hidup beragama, hidup yang mengedapankan akhirat sebagai tujuan yang sebenarnya. Maka mencari dunia yang melebihi kebutuhan yang sebenarnya untuk hidup adalah sesuatu yang melampaui batas. Dan al-Quran banyak mengecam perilaku-perilaku seperti itu. Dalam hadits juga banyak dikatakan bahwa mencari kesenangan dunia tidak akan pernah ada batasnya. Akan selalu saja merasa kekurangan. Itulah fitrah kehidupan dunia yang akan semakin membuat kita dahaga terhadap benda atau materinya. Seperti meminum air laut yang semakin haus apabila meminumnya. Dalam salah Hadits Nabi juga pernah disinggung  bahwa apabila seseorang mendapat sat ladang emas, maka ia akan mencari ladang yang kedua, dan apabila telah mendapatkan lading yang ke-dua, maka belumlah ia merasa cukup, ia akan mencari ladang yang ke-tiga dan seterusnya. Manusia tidak aka nada puasnya terhadap kekayaan dunia.

Oleh karena itu agama mengajarkan konsep puasa. Dunia harus dipuasakan. Puasa pada hakikatnya menahan dari hawa nafsu terhadap kehidupan dunia beserta isinya. Ajaran puasa berisikan bahwa nafsu harus dikendalikan. Pada saat  nafsu terkendali, maka akan sadarlah kita bahwa kebutuhan makan dan minum manusia sebenarnya sedikit saja. Seiring dengan hadits Nabi, “Berpakaianlah kalian, makan dan minumlah sebatas memenuhi sebagian perutmu. Sesungguhnya yang demikian bagian dari sunah kenabian”. Semua ini mengisyaratkan bahwa kita tidak boleh rakus terhadap dunia dan isinya. Hidup sederhana dan bersahaja adalah inti ajaran agama.

0 komentar:

Post a Comment

  • RSS
  • Delicious
  • ini apa
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube