Isi Khutbah Jumat
Meninggalkan kesibukan dunia atau
apa yang sering kita dengar dengan hidup ZUHUD. “Istirahatkan dirimu dari
kesibukan mengurusi duniamu. Urusan yang telah diatur Allah tak perlu kau sibuk
ikut campur”. Demikian Ibnu Atha’illah al-Iskandari dalam kitabnya yang masyhur
al-Hikam.
Ungkapan tersebut mengisyaratkan
bahwa janganlah kita terlalu sibuk mengejar dunia yang membuat kita bersusah payah dan berletih-letih
sehingga kita melupakan tugas utama kita sebagai manusia yaitu mencari bekal
untuk masa depan kita, kehidupan akhirat. Karena dunia sejatinya dacari sebatas
memenuhi kebutuhan kita untuk bertahan hidup saja, tidak untuk berlebih-lebihan.
Urusan dunia yang yang hanya membuat kita bertahan hidup sudah diatur oleh yang
Maha Kuasa. Semua kelangsungan hidup makhluk Allah sudah dijamin rizkinya sudah
sejak lahir. “Dan tidak suatu binatang melata pun di bumi melainkan
Allah-lah yang memberi rizkinya…(Q.S.Hud:6). Maka janganlah kita hawatir
dan takut akan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar hidup dunia kita, seperti
makan, minum dan tempat tinggal.
Ini menyangkut keimanan-keyakinan
akan Tuhan. Dan agama hadir untuk memberikan pedoman cara beriman yang benar
kepada Tuhan. Keyakinan kepada Tuhan akan membentuk cara pandang, cara pandang yang
bahwa hidup di dunia hanya sementara, hidup di dunia hanya sarana menggapai
kehidupan yang sebenarnya yang kekal abadi. Itulah kehidupan akhirat. Kehidupan
yang menjanjikan surga untuk manusia yang taat kepada Tuhan, atau kehidupan
yang penuh penderitaan siksa neraka untuk manusia yang ingkar terhadap
kebenaran Tuhan. Oleh karena itu kehidupan akhirat akan selalu lebuh baik dari
pada kehidupan dunia. “Dan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih
kekal”(Q.S.Al-‘ala:17). dan kepada Tuhanlah akhir tujuan hidup kita Q.S.An-Naziat:44).
Inilah yang menjadi paradigma
atau cara pandang hidup beragama, hidup yang mengedapankan akhirat sebagai
tujuan yang sebenarnya. Maka mencari dunia yang melebihi kebutuhan yang
sebenarnya untuk hidup adalah sesuatu yang melampaui batas. Dan al-Quran banyak
mengecam perilaku-perilaku seperti itu. Dalam hadits juga banyak dikatakan
bahwa mencari kesenangan dunia tidak akan pernah ada batasnya. Akan selalu saja
merasa kekurangan. Itulah fitrah kehidupan dunia yang akan semakin membuat kita
dahaga terhadap benda atau materinya. Seperti meminum air laut yang semakin
haus apabila meminumnya. Dalam salah Hadits Nabi juga pernah disinggung bahwa apabila seseorang mendapat sat ladang
emas, maka ia akan mencari ladang yang kedua, dan apabila telah mendapatkan
lading yang ke-dua, maka belumlah ia merasa cukup, ia akan mencari ladang yang
ke-tiga dan seterusnya. Manusia tidak aka nada puasnya terhadap kekayaan dunia.
Oleh karena itu agama mengajarkan
konsep puasa. Dunia harus dipuasakan. Puasa pada hakikatnya menahan dari hawa
nafsu terhadap kehidupan dunia beserta isinya. Ajaran puasa berisikan bahwa
nafsu harus dikendalikan. Pada saat
nafsu terkendali, maka akan sadarlah kita bahwa kebutuhan makan dan
minum manusia sebenarnya sedikit saja. Seiring dengan hadits Nabi, “Berpakaianlah
kalian, makan dan minumlah sebatas memenuhi sebagian perutmu. Sesungguhnya yang
demikian bagian dari sunah kenabian”. Semua ini mengisyaratkan bahwa kita
tidak boleh rakus terhadap dunia dan isinya. Hidup sederhana dan bersahaja
adalah inti ajaran agama.
0 komentar:
Post a Comment