Isi Khutbah Jumat
Tujuan diturunkannya agama. Sebelum lebih jauh kita menelaah
apa sebenarnya fungsi agama dalam kehidupan atau dengan kata lain apa tujuan
diturunkannya agama ke langit dunia, ada tiga dimensi dalam kehidupan yang
harus kita ketahui dan dudukan terlebih dahulu, yaitu:
Yang Pertama, DIMENSI STRUKTURAL,
yaitu alam semesta, dari unsur terkecil berupa partikel-partikel sampai yang
terbesar berupa galaksi-galaksi. Untuk menguasai dimensi struktural ini Allah
membekali kita ALAT yang bernama RASIO / AKAL. Akal menjadikan kita mampu
menjangkau, memperoleh dan meraih alam semesta ini. Lewat belajar, penelitian
ataupun eksperimen maka lahirlah ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang kita
rasakan manfaat dan dampaknya saat ini..
Yang Kedua, DIMENSI SITUASIONAL.
Kita merasakan panas karena ada yang kita rasakan panas, kita merasakan dingin,
karena ada yang kita rasakan dingin. Kita merasa senang atau gembira karena ada
sesuatu yang membuat kita senang atau gembira. Kita merasakan susah, sedih atau
duka, karena ada sesuatu yang membuat kita sedih atau duka. Dan ALAT yang
diberikan Allah untuk kita merasakan semua itu adalah HATI.
Yang Ketiga, DIMENSI PROSES. Suatu
dimensi di mana Allah TIDAK memberi ALAT kepada manusia untuk mengetahuinya,
untuk memperoleh atau menggapainya. Itulah yang dinamakan dimensi proses, dimensi
mengarungi waktu. Pernahkah kita tahu kapan kita akan mati, di mana kita akan
dikuburkan, dapatkah kita memprediksi apa yang akan terjadi besok, apakah rasa
senang, sedih, mendapat untung atau rugi, dipuja orang atau dimaki. Tidak ada
yang dapat memprediksi itu. Bahkan para wali atau Nabi sekalipun tidak diberi
tahu tentang itu. Kalaupun bisa, bukan dirinya sendiri yang mengetahui,
melainkan Allah yang memberi tahu lewat wahyunya.
Jamaah Sholat Jumat yang
dirahmati Allah
Sebagaimana dikatakan bahwa Allah
tidak memberikan alat untuk memperoleh dimensi yang ketiga ini, namun Allah
menurunkan AGAMA. Agama diturunkan ke bumi agar kita dapat menempuh dimensi
ini. Agama yang akan menolong kita dalam mengarungi waktu yang kita tidak tahu
kapan akan berakhir. Maka yang paling pertama ditanamkan dalam kehidupan agama
adalah ke-IMAN-an. Yang pertama adalah iman kepada dzat yang mengatur, yang menciptakan
dan terbebas dari ruang dan waktu. Maka rumus keimanan adalah sami’na wa ata’na
– kami DENGAR dan kami TAATI. Tidak kami PIKIRKAN atau kami RASAKAN terlebih
dahulu.
Dan Setelah iman kepada Allah,
yang selalu ditanamkan agama adalah tentang HARI AKHIR, tentang rahasia dibalik
kehidupan ini, tentang masa depan kita di akhirat kelak. Agama selalu
mengajarkan bahwa kehidupan dunia ini hanya main-main dan senda gurau belaka,
dan kehidupan kahiratlah yang sebenar-benarnya kehidupan dan akan kekal abadi
(Q.S. AL-An’am:32), (Al-‘ala: 17).
“ketahuilah bahwa sesungguhnya
kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan
bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangaan tentang banyaknya harta dan
anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian
tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi
hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dai Allah serta
keridhoanNya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang
menipu.” (al-Hadid:20)
Dan untuk menggapai kebahagiaan
akhirat tersebut, tentunya kita harus menjalankan prinsip-prinsip agama dan amal
sholeh yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Dan yang ditawarkan agama adalah
bagaimana kita harus senantiasa berorientasi akhirat dan bermotivasi ridho
Allah.
“Barang siapa yang menghendaki
keuntungan diakhirat, akan kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang
menghendaki keuntungan di dunia. Kami berikan kepadanya sebagian dari
keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bagianpun di akhirat”.
(As-Syura:20).
“Itulah diantara berita-berita
penting tentang yang ghaib yang kami wahyukan kepadamu (Muhammad) tidak pernah
kamu mengetahuinya dan tidak pula kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah,
sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertaqawa”.
(Hud:49)
0 komentar:
Post a Comment