Isi Khutbah
Ritual-ritual yang ada dalam pelaksanaan ibadah haji dan penyembelihan hewan qurban adalah napak tilas dari sejarah besar itu. Sarat makna-makna simbolik, ritual dalam ibadah haji dan qurban semuanya memberikan pelajaran akan sikap hidup yang lurus/hanif dalam beragama, yaitu kesadaran yang dalam akan keilahian. Kesadaran akan dari mana kita berasal. Kita berasal dari ‘rumah’ keabadian, rumah Tuhan dan akan kembali pulang ke pangkuanNya. Baitullah menggambarkan bagaimana kita akan selalu merindukan rumah tempat kita berasal. Sang penghuni rumah adalah juga sang penghuni hati, hati nurani yang terdalam tempat bersemayam nilai-nilai luhur kebajikan, cermin wajah Tuhan yang senantiasa mereflesikan wajah dan perilaku ke-Tuhan-an, berupa cinta dan pengorbanan.
Ritual agama dan spiritualitas. Baru saja kita melewati momen
besar dalam hidup keberagamaan kita. Yaitu pelaksanaan Ibadah Haji dan
penyembelihan hewan qurban. Hal mana kita sudah sama-sama mengetahui bahwa
pelaksanaan ibadah Haji dan qurban ini dilatarbelakangi oleh peristiwa sejarah
yang besar bagi umat manusia khususnya pemeluk agama-agama samawi termasuk kita
umat Islam.
Ritual-ritual yang ada dalam pelaksanaan ibadah haji dan penyembelihan hewan qurban adalah napak tilas dari sejarah besar itu. Sarat makna-makna simbolik, ritual dalam ibadah haji dan qurban semuanya memberikan pelajaran akan sikap hidup yang lurus/hanif dalam beragama, yaitu kesadaran yang dalam akan keilahian. Kesadaran akan dari mana kita berasal. Kita berasal dari ‘rumah’ keabadian, rumah Tuhan dan akan kembali pulang ke pangkuanNya. Baitullah menggambarkan bagaimana kita akan selalu merindukan rumah tempat kita berasal. Sang penghuni rumah adalah juga sang penghuni hati, hati nurani yang terdalam tempat bersemayam nilai-nilai luhur kebajikan, cermin wajah Tuhan yang senantiasa mereflesikan wajah dan perilaku ke-Tuhan-an, berupa cinta dan pengorbanan.
Ibrahim dan Ismail a.s adalah
sosok yang merepresentasikan dan mendedikasikan cinta dan pengorbanan itu.
Sepanjang hidupnya, Ibrahim selalu membangun ruhani (spiritualitas) bukan bangunan
materi atau fisikal. Hal ini telah dibuktikan lewat pengorbanan yang terbesar
dalam hidupnya-pengorbanan putranya Ismail telah lulus ia lakoni sebagai
totalitas ketaatan terhadap perintah Tuhan. Perintah untuk mengorbankan dan
menanggalakan keduniawian yang akan menjadi penghalang dan selalu merintangi
jalan sejati hidup manusia menuju rumah keabadian.
Jamaah Sholat Jumat yang
dirahmati Allah
Agama sejatinya ingin mengembalikan manusia ke
dalam alam spiritualitas, tempat manusia berasal. Hakikatnya manusia adalah
makhluk ruhani. Makhluk yang syarat dengan muatan spiritual. Seperti dikatakan
oleh Teilhard de Chardin,”kita bukanlah makhluk manusia yang memiliki
pengalaman spiritual, melainkan kita adalah makhluk spiritual yang menjalani
pengalaman manusia. Maka tidak ada satupun aktifitas hidup manusia yang lepas
dari dimensi spiritual. Segala apa yang kita kerjakan atau lakukan harus
berorientasi kepada keTuhanan. Jasad yang membungkus diri ini tak lebih dari
kendaraan untuk menggali makna-makna spiritualitas dalam hidup kita, bukan
malah jasad ini malah justru menjauhkan
bahkan menjerumuskan sisi spiritualitas yang kita miliki.
Demikian juga dengan perbuatan
dengan katagori ‘ibadah’, alih alih ibadah meningkatkatkan spiritualitas,
tetapi justru kehilangan nilai
spiritualitasnya. Ibadah yang kehilangan nilai spiritualitasnya adalah ibadah
yang terjebak pada formalisme dengan megabaikan kedalaman makna yang
dikandungnya. Ibadah yang terdapat di dalamnya ada unsur riya. Ibadah yang
lebih sibuk mengurusi pelaksanaan yang seremonial, dibarengi dengan sikap
kurang menerima perbedaan, merasa benar terhadap praktek ibadah yang
dijalankannya dan menyalahkan praktek ibadah orang lain. Kita sibuk mencari
pembenar apa yang kita jalankan dan mencari-cari kelemahan orang lain.
Belum lagi kalau formalisme ini
kita bawa ke ranah politik, maka yang muncul adalah pemahaman-pemahanan
ideologis yang memicu fron-front konflik antar kelompok baik antar pemeluk
agama maupun sesama pemeluk agama. Jika ini terjadi maka tindakan kekerasan dan
teror dinisbahkan kepada atas nama keyakinan dan ajaran agama. Fenomena ini
sudah kita rasakan saat ini, kekerasan-kekerasan atas nama agama sudah banyak
terjadi. Agama kehilangan elan vitalnya sebagai pembawa rahmat (kasih
sayang) bagi alam semesta. Kekerasan dalam agama kemudian menjadi salah satu
pembunuh yang signifikan dalam perjalanan peradaban umat manusia.
Jamaah sholat Jumat yang
dirahmati Allah
Maka marilah kita kembalikan
agama pada posisinya yang agung dan mulia yang memandu manusia meniti jalan
ruhani. Jalan yang memandu manusia kepada moral yang tinggi, yang memberikan
energi manusia untuk selalu dalam jalur kebajikan. Sementara aspek-aspek ibadah
yang dijalankannya merupakan ritus-ritus yang memberikan pelajaran simbolik
untuk meneguhkan aspek batin dalam kehidupan manusia. Termasuk halnya ibadah
qurban.
لَن يَنَالَ اللهَ لُحُومُهَا وَلاَدِمَآؤُهَا وَلَكِن يَنَالُهُ التَّقْوَى
مِنكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلَى مَاهَدَاكُمْ وَبَشِّرِ
الْمُحْسِنِينَ
“daging-daging dan darah
(hewan qurban) tak sekali-kali dapat mencapai Allah, tetapi ketaqwaanmulah yang
akan mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukannya untuk kamu supaya kamu
mengagungkan Allah terhadap hidaya-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira
kepada oang-orang yang berbuat baik. (Q.S.22:37)
Dalam ayat ini sekali lagi ingin
ditegaskan bahwa nilai esensial ritual ibadah bukan terletak pada gerak dan
tatacara pelaksanaannya melainkan muatan spiritual yang di kandungnya. Seberapa
besar pengaruh ibadah pada penerapan moralitas seseorang dalam pergaulan hidupnya.
Bagaimana ia menerapkan nilai-nilai cinta dan pengorbanan terhadap sesamanya.
Ibadah bukan malah memupuk pandangan-pandangan ekstrim yang menjurus pada
intoleransi dalam hidup antar pemeluk agama maupun antar sesama agama. Kalau
ini yang terjadi patut dipertanyakan motivasi kita dalam beragama.
Bukan juga orang yang hanya
mementingkan sisi batin dari ibadah dengan mengabaikan ritual dan tatacara
pelaksanaan ibadah. Hal ini juga merupakan kekeliruan yang fatal, karena
kematangan spiritual merupakan hasil dari perpaduan sisi esensial dengan
perilaku yang eksistensial. Tidak mungkin seseorang akan mencapai ketaqwaan
tanpa menjalankan ritual sholat, puasa, zakat atau haji dan qurban yang
ditentukan syariat. Apa yang ditawarkan agama tidak mungkin menegasikan satu
diantara dua sisi; sisi batin dan zahir. Amal-amal simbolik adalah latihan
memperkuat spiritual atau ruhani; apatah lagi perbuatan nyata dalam kehidupan
kita, seluruhnya harus didasarkan dan diorientasikan pada nilai-nilai
spiritualitas. Keduanya harus jalan berkelindan sebagaimana cabe dengan rasa
pedasnya, gula dengan rasa manisnya, ruh dan jasadnya, tak terpisahkan selama
kita masih hidup di alam dunia ini. Itulah perjalanan hidup manusia, seutuhnya
adalah perjalanan ruhani, perjalanan menuju kepada keabadian, perjalanan menuju
Allah swt.
Apabila ditengah perjalanan kita
malah dipengaruhi hasrat materi, berarti ada yang harus diluruskan menyangkut
niat dan motivasi sebelum kita terlalu jauh terjerembab dalam kegelapan hingga
kita tesesat jalan.
0 komentar:
Post a Comment