Wednesday, December 28, 2016

Isi Khutbah. Adil sejak dalam pikiran. "Berlakulah adil, sesungguhnya adil itu lebih dekat kepada taqwa".

اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ  Demikian firman Allah memerintahkan kita untuk berbuat adil, dan adil bagian dari ketaqwaan itu sendiri. Adil sepertinya menjadi salah satu tema sentral dalam alqur’an. Allah selalu memerintahkan kita untuk berlaku adil dimanapun dan dalam situasi apapun. Bahkan terhadap musuh sekalipun, adil haruslah ditegakan.

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ للهِ شُهَدَآءَ بِالْقِسْطِ وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَئَانُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُوا
 Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuat kamu berlaku tidak adil”.

 “Adil sejak dalam pikiran..” demikian ungkapan seorang pengarang terkemuka. Adil sejak dalam pikiran maksudnya adalah membebaskan pikiran dari segala bentuk apriori, saling memahami bukan menghakimi,  menghargai perbedaan pendapat bukan melulu berdebat, mengedepankan argumentasi bukan seringnya berspekulasi, menghadirkan fakta bukan mengumbar prasangka,. Alquran mengecam segala macam bentuk perasangka seperti ini:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلاَتَجَسَّسُوا وَلاَيَغْتَب بَّعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yaang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. 49:12)

Jamaah Sholat Jumat yang dirahmati Allah
Segala macam dan bentuk prasangka sedang menggejala di tengah-tengah umat saat ini. Beragam asumsi dan spekulasi sering kali muncul diberbagai media, media sosial khususnya, bahkan banyak sekali yang  menjurus pada fitnah dan kebohongan. Berita-berita hoak (berita palsu, berita bohong) beredar dengan bebasnya dihadapan kita. Dan ironinya, kita telan mentah-mentah berita tersebut dan malah kita sebarluaskan kembali berita yang tidak diketahui pasti sumbernya itu. Maka boleh jadi apa yang mendasari landasan berpikir dan tindakan kita selama ini adalah fitnah dan kebohongan. Kita menjadi pengikut orang yang selalu berprasangka sebagaimana disinggung dalam alquran surat Al-an’am ayat 116 :
وَإِن تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي اْلأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللهِ إِن يَتَّبِعُونَ إِلاَّ الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلاَّ يَخْرُصُونَ
Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan.

Apa yang mengemuka dalam media sosial-media sosial saat ini sudah sedemikian dahsyatnya. Setiap hari kita dijejali beragam informasi yang tumpang tindih, bertubrukan berseliweran ditengah-tengah kita, apa yang oleh pakar dinamakan dengan ciber opinion war - perang opini siber, ‘tsunami informasi’, demikian menurut sebagian istilah. Semua pihak ingin menyungguhkan informasi dan membangun logikanya sendiri. Kebenaran bukan lagi didasarkan pada fakta dan data melainkan bagaimana kebenaran soal memuaskan selera. 

Masyarakat memang sedang berada dalam pusaran polemik besar bangsa menyangkut agama, ras, suku dan budaya. Pro dan kontra pandangan dan pendapat tidaklah bisa dihindari dan wajarlah terjadi, namun mestikah kita saling menghujat dan memaki? Peristiwa apa saja saat ini menjadi begitu sensitif. Teori konspirasi sering kali menjadi pijakan berargumentasi dengan penuh curiga mengumbar dan menebar asumsi dan spekulasi. Alih-alih menyuguhkan sikap kritis, malah menampilkan kewarasan yang semakin terkikis. Komentar bernada nyinyir sampai ujaran kebencian menjadi suguhan kita sehari-hari.

Bangsa ini khususnya kita umat Islam sedang diuji akal sehatnya, menakar dan menimbang dengan tepat segala informasi harusnya jadi pedoman kita. Alquran memberikan panduan lewat surat Alhujarat ayat 6 untuk senantiasa menakar dan memeriksa terlebih dahulu segala berita dan informasi yang datang ke hadapan kita.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِن جَآءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَافَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS. 49:6)

Inilah tuntunan al-quran dalam menerima dan mensikapi beragam berita dan informasi. Sikap tabayyun-meneliti dan memverifikasi setiap informasi yang kita terima. Boleh jadi berita tersebut hanya fitnah belaka yang sengaja dihembuskan oleh mereka yang mempunyai motif sensasi dan memprovokasi. Atau mereka yang bertujuan meraup keuntungan materi. oleh karena itu, tabayyun sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah di atas mutlak diperlukan karena penyikapan kita terhadap berita akan menimbulkan konsekuensi. Bahasa Alquran diatas secara tegas menyatakan akan datangnya musibah yang akan menimpa akibat berita bohong yang kita percayai apalagi menyebarluaskannya.

Menengok kepada sejarah awal perkembangan Islam, bagaimana islam telah mengalami masa kelamnya. Sejarah islam pernah berdarah-darah akibat fitnah dan kebohogan. Fitnah yang dilancarkan oleh kaum munafiq menyebabkan perang saudara sesama muslim, sesama sahabat Nabi. Munculnya hadits-hadits palsu kemudian sebagai akibat dari panatisme berlebihan dalam membela kelompoknya masing-masing. Ego dan nafsu rupanya akan mendorong umat ini kepada kehancuran. Sejatinya dapat mejadikan pelajaran pada genarasi umat saat ini. Bahwa kebohongan akan membawa umat ini pada kehancuran.
إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُم مَّالَيْسَ لَكُم بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِندَ اللهِ عَظِيمٌ
(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja.Padahal dia pada sisi Allah adalah besar. (QS. 24:15)

Jamaah Sholat Jumat yang dirahmati Allah
Kembali lagi pada sikap adil. Allah perintahkan kita untuk berlaku adil dimanapun, kapanpun dan terhadap siapapun. Dalam dunia perdagangan, kita diperintaahkan untuk adil dengan menyempurnakan takaran dan timbangan. وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ - dan sempurnakanlan takaran dan timbangan dengan adil - (Q.S. 6:152). Jangan mengurangi timbangan. وَأَقِيمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلاَتُخْسِرُوا الْمِيزَانَ dan tegakanlah timbangan dengan adil dan janganlah mengurangi timbangan-(Q.S.5:9). Boleh jadi bukan hanya dalam dunia perdagangan kita harus memenuhi takaran dan timbangan, namun dalam segala situasi dan kondisi, segala hal yang kita temui, takaran-takaran hidup harus pas kita penuhi, tidak dilebihkan dan tidak juga dikurangi. Terutama sekali dalam dunia informasi. Mengurangi dan melebihkan informasi akan berakibat fatal. Biasanya kita suka membumbui informasi sesuai selera atau kepentingan diri sendiri. Lebih-lebih menjurus pada fitnah dan kebohongan. Sungguh hal ini jauh sekali dari sikap adil. 

Sekali lagi adil sejak dalam pikiran, mencurigai segala bentuk informasi yang penuh tendensi, mengkonfirmasi kembali kepada sumbernya yang asli. Arif menerima kebenaran meskipun datang dari sumber yang tidak kita sukai, agar rasa benci kita tidak menutupi hati nurani. Semoga kebenaran dan keadilan sejati terwujud dinegeri yang kita cintai ini, agar terhindar kita dari sikap menzalimi dan jadi korban yang terzalimi.

0 komentar:

Post a Comment

  • RSS
  • Delicious
  • ini apa
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube