Isi Khutbah. Adil sejak dalam pikiran. "Berlakulah adil, sesungguhnya adil itu lebih dekat kepada taqwa".
اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ
بِمَا تَعْمَلُونَ Demikian firman Allah memerintahkan kita untuk
berbuat adil, dan adil bagian dari ketaqwaan itu sendiri. Adil sepertinya
menjadi salah satu tema sentral dalam alqur’an. Allah selalu memerintahkan kita
untuk berlaku adil dimanapun dan dalam situasi apapun. Bahkan terhadap musuh
sekalipun, adil haruslah ditegakan.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ
للهِ شُهَدَآءَ بِالْقِسْطِ وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَئَانُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُوا
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang
selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil janganlah kebencianmu
terhadap suatu kaum membuat kamu berlaku tidak adil”.
“Adil sejak dalam
pikiran..” demikian ungkapan seorang pengarang terkemuka. Adil sejak dalam
pikiran maksudnya adalah membebaskan pikiran dari segala bentuk apriori, saling
memahami bukan menghakimi, menghargai
perbedaan pendapat bukan melulu berdebat, mengedepankan argumentasi bukan
seringnya berspekulasi, menghadirkan fakta bukan mengumbar prasangka,. Alquran
mengecam segala macam bentuk perasangka seperti ini:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ
بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلاَتَجَسَّسُوا وَلاَيَغْتَب بَّعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ
أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللهَ
إِنَّ اللهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan
dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah
kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu
menggunjing sebahagian yaang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan
daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
Dan bertaqwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang. (QS. 49:12)
Jamaah Sholat Jumat yang dirahmati Allah
Segala macam dan bentuk prasangka sedang menggejala
di tengah-tengah umat saat ini. Beragam asumsi dan spekulasi sering kali muncul
diberbagai media, media sosial khususnya, bahkan banyak sekali yang menjurus pada fitnah dan kebohongan.
Berita-berita hoak (berita palsu, berita bohong) beredar dengan bebasnya dihadapan
kita. Dan ironinya, kita telan mentah-mentah berita tersebut dan malah kita
sebarluaskan kembali berita yang tidak diketahui pasti sumbernya itu. Maka boleh
jadi apa yang mendasari landasan berpikir dan tindakan kita selama ini adalah
fitnah dan kebohongan. Kita menjadi pengikut orang yang selalu berprasangka
sebagaimana disinggung dalam alquran surat Al-an’am ayat 116 :
وَإِن تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي اْلأَرْضِ
يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللهِ إِن يَتَّبِعُونَ إِلاَّ الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلاَّ
يَخْرُصُونَ
Dan jika kamu
mengikuti kebanyakan orang di bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari
jalan Allah. Yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka dan mereka hanyalah
membuat kebohongan.
Apa yang mengemuka dalam media sosial-media sosial
saat ini sudah sedemikian dahsyatnya. Setiap hari kita dijejali beragam
informasi yang tumpang tindih, bertubrukan berseliweran ditengah-tengah kita, apa
yang oleh pakar dinamakan dengan ciber opinion war - perang opini siber,
‘tsunami informasi’, demikian menurut sebagian istilah. Semua pihak ingin
menyungguhkan informasi dan membangun logikanya sendiri. Kebenaran bukan lagi
didasarkan pada fakta dan data melainkan bagaimana kebenaran soal memuaskan
selera.
Masyarakat memang sedang berada dalam pusaran polemik
besar bangsa menyangkut agama, ras, suku dan budaya. Pro dan kontra pandangan
dan pendapat tidaklah bisa dihindari dan wajarlah terjadi, namun mestikah kita saling
menghujat dan memaki? Peristiwa apa saja saat ini menjadi begitu sensitif. Teori
konspirasi sering kali menjadi pijakan berargumentasi dengan penuh curiga
mengumbar dan menebar asumsi dan spekulasi. Alih-alih menyuguhkan sikap kritis,
malah menampilkan kewarasan yang semakin terkikis. Komentar bernada nyinyir
sampai ujaran kebencian menjadi suguhan kita sehari-hari.
Bangsa ini khususnya kita umat Islam sedang diuji
akal sehatnya, menakar dan menimbang dengan tepat segala informasi harusnya
jadi pedoman kita. Alquran memberikan panduan lewat surat Alhujarat ayat 6
untuk senantiasa menakar dan memeriksa terlebih dahulu segala berita dan
informasi yang datang ke hadapan kita.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِن جَآءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا
أَن تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَافَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa
suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu
musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatanmu itu. (QS. 49:6)
Inilah tuntunan al-quran dalam menerima dan mensikapi
beragam berita dan informasi. Sikap tabayyun-meneliti dan memverifikasi
setiap informasi yang kita terima. Boleh jadi berita tersebut hanya fitnah
belaka yang sengaja dihembuskan oleh mereka yang mempunyai motif sensasi dan
memprovokasi. Atau mereka yang bertujuan meraup keuntungan materi. oleh karena
itu, tabayyun sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah di atas mutlak
diperlukan karena penyikapan kita terhadap berita akan menimbulkan konsekuensi.
Bahasa Alquran diatas secara tegas menyatakan akan datangnya musibah yang akan
menimpa akibat berita bohong yang kita percayai apalagi menyebarluaskannya.
Menengok kepada sejarah awal perkembangan Islam,
bagaimana islam telah mengalami masa kelamnya. Sejarah islam pernah
berdarah-darah akibat fitnah dan kebohogan. Fitnah yang dilancarkan oleh kaum
munafiq menyebabkan perang saudara sesama muslim, sesama sahabat Nabi. Munculnya
hadits-hadits palsu kemudian sebagai akibat dari panatisme berlebihan dalam
membela kelompoknya masing-masing. Ego dan nafsu rupanya akan mendorong umat
ini kepada kehancuran. Sejatinya dapat mejadikan pelajaran pada genarasi umat
saat ini. Bahwa kebohongan akan membawa umat ini pada kehancuran.
إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ
بِأَفْوَاهِكُم مَّالَيْسَ لَكُم بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِندَ
اللهِ عَظِيمٌ
(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut
dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan
kamu menganggapnya suatu yang ringan saja.Padahal dia pada sisi Allah adalah besar.
(QS. 24:15)
Jamaah Sholat Jumat yang dirahmati Allah
Kembali lagi pada sikap adil. Allah perintahkan kita
untuk berlaku adil dimanapun, kapanpun dan terhadap siapapun. Dalam dunia
perdagangan, kita diperintaahkan untuk adil dengan menyempurnakan takaran dan
timbangan. وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ - dan
sempurnakanlan takaran dan timbangan dengan adil - (Q.S. 6:152). Jangan
mengurangi timbangan. وَأَقِيمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلاَتُخْسِرُوا الْمِيزَانَ – dan tegakanlah
timbangan dengan adil dan janganlah mengurangi timbangan-(Q.S.5:9). Boleh
jadi bukan hanya dalam dunia perdagangan kita harus memenuhi takaran dan
timbangan, namun dalam segala situasi dan kondisi, segala hal yang kita temui,
takaran-takaran hidup harus pas kita penuhi, tidak dilebihkan dan tidak juga
dikurangi. Terutama sekali dalam dunia informasi. Mengurangi dan melebihkan
informasi akan berakibat fatal. Biasanya kita suka membumbui informasi sesuai
selera atau kepentingan diri sendiri. Lebih-lebih menjurus pada fitnah dan
kebohongan. Sungguh hal ini jauh sekali dari sikap adil.
Sekali lagi adil sejak dalam pikiran, mencurigai
segala bentuk informasi yang penuh tendensi, mengkonfirmasi kembali kepada
sumbernya yang asli. Arif menerima kebenaran meskipun datang dari sumber yang
tidak kita sukai, agar rasa benci kita tidak menutupi hati nurani. Semoga
kebenaran dan keadilan sejati terwujud dinegeri yang kita cintai ini, agar
terhindar kita dari sikap menzalimi dan jadi korban yang terzalimi.
0 komentar:
Post a Comment