Isi Khutbah. Internet dan kebohongan. Masih terkiang kegaduhan yang
menimpa bangsa ini diakhir 2016 lalu bahkan mungkin sampai hari ini, di awal
2017 dan entah sampai kapan. Kegaduhan yang bercampur baur nuansanya antara
politik dan agama. Satu kasus terkait hukum telah menguras banyak energi dan waktu saat itu hingga kini. Dugaan
penodaan agama oleh salah seorang Gubernur petahana jelang pilkada di
Indonesia. Pro kontra pendapat dan pandangan sejatinya sesuatu yang harusnya
dimaklumi. Dalam alam demokrasi, negara menjamin kebebasan berekspresi dalam
wadah-wadah diskusi mengemukakan argumentasi. Namun yang lebih mewarnai
masyarakat kita saat ini adalah aroma permusuhan dan rasa benci. Caci maki dan
provokasi menjadi konsumsi kita sehari-hari. Dan yang amat memperihatinkan dan
yang menjadi biang masalah adalah berita-berita hoax, fitnah dan kebohongan
menyeruak muncul tak terkendali dan celakanya mentah-mentah kita percayai,
malah kita dijadikan afirmasi terhadap pendapat dan pandangan yang kita yakini
bahkan tak segan digunakan sebagai amunisi.
Media sosial dalam hal ini
mempunyai andil besar dalam membentuk opini-opini sesat umat. Lewat beragam
opini dan gambar, para buzzer[1]
sengaja menyebar berita bohong demi
untuk sensasi dan mendapatkan keuntungan materi dari pemasangan iklan di
situsnya. Patut kiranya kita apresiasi, belakangan ini banyak bermunculan
gerakan-gerakan masyarakat anti hoax atau berita bohong dengan beragam program
untuk menangkalnya. Dan juga patut kita syukuri upaya pemerintah memblokir
situs-situs yang selama ini banyak menyebarkan berita bohong dan fitnah. Namun
tetaplah harus waspada dan hati-hati terhadap segala apapun informasi yang
datang dari internet saat ini. Karena bagai dua sisi mata pedang, internet
dengan media sosialnya mempunyai sisi tajam untuk membedah pengetahuan dan sisi
tajam lainnya mencederai kewarasan.
Mengapa ini penting dikemukakan ?
karena lebih dari separuhnya, penduduk Indonesia saat ini adalah pengguna
internet. Berdasarkan data Asosiasi Penyelengara Jasa Internet Indonesai
(APJII), jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 132,7 juta orang atau
sekitar 51,8 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Betapa internet menjadi
media yang amat dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat Indonesia. Beruntung
kalau pengaruhnya adalah positif namun dapat menjadi bencana kalau pengaruhnya
adalah negatif. Isu sara dan sentimen politik identitas menjadi bahan yang
sangat empuk untuk diolah membuat gaduh masyarakat. Belum lagi dampak
fornografi internet bagi anak-anak dan remaja-remaja kita saat ini, sungguh mencemaskan. Peredaran
narkoba pun bisa jadi akan lebih mudah diakses dan menyebar lewat media sosial
ini.
Jamaah Sholat Jumaat yang
dirahmati Allah
Kembali kepada fenomena
penyebaran berita hoax atau bohong dikalangan umat saat ini. Penyebaran fitnah
dan kebohongan bukan terjadi saat ini saja, bahkan pada masa Rasulullah Saw.,
terutama sekali kebohongan yang sering dilakukan oleh tokoh munafiq bernama
Abdullah bin Ubay. Sebut saja peristiwa yang dalam sejarah Islam dikenal dengan
haditsul ifki (berita bohong). Peristiwa haditsul ifki ini adalah
kasus tuduhan Abdullah bin Ubay terhadap istri Nabi Siti Aisyah r.a. Aisyah
dituduhnya menyeleweng dengan laki-laki yang bernama Shafwan bin Muathal
as-Sulami pada saat pencarian hilangnya kalung Aisyah dalam perjalanan pulang
sehabis perang. Berita bohong yang berhembus tersebut hampir saja mengguncang
rumah tangga Rasulullah dan sudah menjadi bahan gunjingan dikalangan sahabat.
Sampai pada akhirnya turunlah wahyu Allah kepada Nabi Saw. Awal-awal Surat
an-Nur sampai ayat 11 bahwa berita yang beredar adalah dusta belaka.
Sesungguhnya orang-orang yang membawa
berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga.Janganlah kamu kira berita
bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu.Tiap-tiap seseorang
dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya dan siapa diantara
mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu
baginya azab yang besar. (QS. 24:11)
Dan sepeninggal Rasulullah saw,
diakhir kepemimpinan khulafaurrasyidiin, babak kelam sejarah islam
dimulai. Munculnya beragam faham keagamaan dan sekte akibat peristiwa politik.
Jiwa ta’asubiyyah atau yang lebih dikenal dengan fanatisme golongan
sangat mewarnai wajah umat Islam saat itu. Munculnya hadits-hadits palsu
sebagai bahan pembenar bagi faham dan golongannya masing-masing adalah babak
kelam sejarah kebohongan. Hingga kini pengaruh itu kita rasakan, beragam
konflik umat islam di dunia bahkan di Indonesia. Bahkan boleh jadi terorisme
berkedok agama yang menggejala dunia saat ini sebagiannya berakar dari
fanatisme faham atau golongan.
Jamaah Sholat Jum’at yang
dirahmati Allah SWT.
Fenomena penyebaran berita palsu
untuk pembenaran suatu pendapat menggejala saat ini, khususnya di Negara kita
Indonesia. Sekali lagi, media internet menjadi kanal yang bebas tanpa hambatan
dalam mengemukakan klaim-klaim kebenaran, cacian dan hinaan. Bahkan dengan
menggunakan dalil atau ayat yang sama dua kelompok yang berbeda faham saling
menyerang. Kebenaran kemudian bukan lagi didasarkan pada kesesuaian ide, data
dan fakta, akan tetapi kebenaran adalah soal selera. Siapa mendukung siapa. Akal
sehat kita benar-benar diuji saat ini.
Maka oleh karena itu kita
perhatikan tuntunan dalam beberapa ayat al-Qur’an dalam menghadapi situasi saat
ini. Pertama-tama terhadap berita dan informasi yang kita terima, kita terlebih
dahulu harus melakukan verifikasi, memeriksa dengan teliti sumbernya dan
kebenarannya. Dalam bahasa al-Quran dikenal dengan tabayyun.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِن جَآءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا
أَن تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَافَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa
suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu
musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatanmu itu. (QS. 49:6)
Dengan sikap tabayyun kita
terhadap segala berita, akan menjauhkan kita dari sikap-sikap prasangka, giat
berspekulasi dan berasumsi. Landasan berfikir kita melulu dipenuhi dengan
teori-teori konspirasi yang sebenarnya tidak lain dari kecurigaan dan tuduhan
keji. Alquran mengecam orang-orang yang selalu berprasangka
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah
kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan
janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu
menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan
daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
Dan bertaqwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang. (QS. 49:12)
Jamaah Sholat Jum’at yang
dirahmati Allah SWT.
Mengingat ungkapan lama “mulutmu
adalah harimaumu”. Saat ini ungkapan itu dapat kita sesuaikan redaksinya dengan
konteks dunia medsos saat ini, “jarimu adalah harimaumu”. Tidak ada kata yang
kita unggah yang tidak mengandung konsekuensi. Salah-salah mengunggah kata,
andil kita dalam kesesatan umat.
إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ
بِأَفْوَاهِكُم مَّالَيْسَ لَكُم بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِندَ
اللهِ عَظِيمٌ
(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong
itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu
ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja.Padahal dia
pada sisi Allah adalah besar. (QS. 24:15)
Dan ingat jugalah peringatan Allah terhadap konsekuensi
terhadap kata-kata yang kita ucapkan, terhadap status yang kita share
dihadapan Allah swt. “Tidak ada satu
kata yang diucapkannya, melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu
siap (mencatat) (QS. Qâf:18).
Di awal 2017 ini semoga kita
semakin dewasa dalam menerima dan membagi berita. Dari manapun sumbernya yang
benar katakan benar, yang salah katakana salah. Semoga Allah selalu menunjuki
kita kebenaran dan mampu mengikutinya dan menunjukan kita kebatilan dan mampu
kita untuk menghindarinya.
[1] Buzzer adalah sosok, pihak atau
pekerja dalam dunia tekhnologi komunikasi internet-digital yang dibayar oleh
subyek atau agen-agen politik untuk mempopulerkan program dan pencitraan demi
memenangkan kompetisi. Mereka memiliki keterampilan komunikatif tertentu dengan
beragam isi dan gaya bahasa; seperti makian, lucu, iba, optimistis bahkan
dengan berita-berita hoax (berita bohong) biasanya di sertakan juga gambar,
video, foto meme berbagai macam (Tommy F Awuy).
0 komentar:
Post a Comment