Isi Khutbah Zuhud adalah Spirit Beragama. Spirit agama teletak pada sikap zuhud (asketis) para pemeluknya.
Sikap zuhud (Asketisme) dalam beragama adalah pirinsip hidup yang menanggalkan
kesenangan dunia hanya untuk menggapai ridha Allah semata, berusaha terus
menerus membangun kedekatan kepada Tuhannya. Sikap hidup zuhud tergambar dari
kesederhanaan sikap, pakaian, makanan, dan orientasi hidup yang selalu
mementingkan kepentingan akhirat.
يَاقَوْمِ إِنَّمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا
مَتَاعُ. وَإِنَّ اْلأَخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ
Hai
kaumku, sesungguhnya kehidupan ini hanyalah kesenangan (sementara) dan
sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal. Ghafir :39
Dari
Abu Abbas bin Sa’ad Assa’idi r.a dia berkata : seseorang mendatangi Rasulullah
SAW, maka beliau berkata : Wahai Rasulullah, tunjukan kepadaku sebuah amalan
yang jika aku kerjakan, Allah dan manusia akan mencintaiku, maka Beliau
bersabda: zuhudlah terhadap dunia maka engkau akan dicintai Allah dan zuhudlah
terhadap apa yang ada pada manusia maka engkau akan dicintai manusia.
Sikap zuhud adalah yang paling berharga dalam beragama yang
sedikit sekali orang yang menjadi bagiannya. Namun merekalah yang menopang dan
meneguhkan kehidupan di bumi, hingga kehidupan tetap lestari. Merekalah
kontributor terbesar terhadap kelangsungan hidup makhluk di dunia. Tidak akan
pernah Allah mengazab suatu kaum selama mereka ada di sana. Merekalah yang
menjadikan kiamat masih akan tertunda selamanya. Mereka yang menanggalkan
segala kesenangan dan perhiasan dunia, hidup dalam kezuhudan yang total,
berbalut dengan nilai-nilai tauhid yang sempurna. Merekalah yang meneladani
sempurna sunah kenabian. Mereka tidak butuh penghargaan dan kehormatan dunia.
Lapar adalah tradisinya, kemiskinan menjadi pakaian kebanggaannya. Mereka
terasing dan terlempar dari hingar bingar dan gemerlap kehidupan. Tapi justru
di mata Tuhan merekalah calon penghuni surga kelas utama.
Jamaah Sholat Jum’at yang dirahmati Allah
Ada beberapa sikap zuhud yang harus kita pahami terlebih dahulu,
yang pertama totalitas hidup zuhud dalam
kesederhanaan dan kebersahajaan. Sebagai gambaran dari pengertian yang pertama
ini, mari kita simak Hadits panjang yang diriwayatkan oleh Usamah Ibnu Zaid dan
Abu Hurairoh. Mereka yang menjalankan kehidupan zuhud yang total tergambar di
sini.
Nabi Saw bersabda,” Sesungguhnya manusia yang paling dekat dengan Allah swt pada hari kiamat adalah orang yang merasa lapar, haus, dan sedih di dunia ini; orang yang penuh kasih sayang dan bertaqwa kepada Allah, yang ketika hadir mereka tidak dikenal, dan ketika pergi tidak dicari orang. Akan tetapi, bumi mengenal mereka dan para malaikat surga menolong mereka. Orang lain merasa bahagia dengan dunia, sedangkan mereka merasa bahagia dengan ketaatan kepada Allah Swt. Orang lain tidur dengan kasur empuk, mereka tidur dengan menopang kening dan lututnya. Orang lain menyia-nyiakan amal dan akhlaq para Nabi, sedangkan mereka melestarikannya. Bumi menangisi kepergian mereka, dan Allah memurkai setiap negeri yang tidak seorangpun dari mereka menetap di sana. Mereka tidak tergiur kepada dunia laksana anjing tergiur melihat bangkai. Mereka hanya makan seperlunya, sekedar dapat menyambung nyawa, mengenakan pakaian bertambal, kusut dan kepala berdebu. Orang-orang yang melihatnya mengira bahwa mereka sakit. Namun, sesungguhnya tidak ada penyakit pada diri mereka. Dikatakan bahwa mereka gila, mereka tidak gila. Namun orang-orang melihat hati mereka tertambat kepada ketentuan Allah, yang telah membuat mereka mengeyahkan dunia. Dikalangan penduduk dunia, mereka dianggap berjalan tanpa akal. Tetapi justru merekalah yang berakal ketika akal manusia lainnya hilang. Bagi mereka, kemuliaan adalah di akhirat. Hai Usamah, jika engkau melihat mereka disebuah negeri, ketahuilah olehmu bahwa mereka adalah pelindung penduduk negeri itu, sebab Allah tidak akan menurunkan azab atas suatu kaum selama mereka ada di tengah-tengah kaum itu. Bumi mencintai mereka dan Yang Maha Perkasa meridhai mereka. Oleh karena itu, jadikanlah mereka saudaramu, agar melalui mereka engkau beroleh keselamatan. Dan jika engkau ingin agar kematian menjemputmu saat perutmu kosong dan hatimu haus, lakukanlah karena dengan demikian sesungguhnya engkau telah mencapai derajat yang mulia, bersama para nabi. Para malaikat pun bergembira menyambut kedatangan ruhmu, sedangkan Dia Yang Mahaperkasa akan bersholawat kepadamu.”
Nabi Saw bersabda,” Sesungguhnya manusia yang paling dekat dengan Allah swt pada hari kiamat adalah orang yang merasa lapar, haus, dan sedih di dunia ini; orang yang penuh kasih sayang dan bertaqwa kepada Allah, yang ketika hadir mereka tidak dikenal, dan ketika pergi tidak dicari orang. Akan tetapi, bumi mengenal mereka dan para malaikat surga menolong mereka. Orang lain merasa bahagia dengan dunia, sedangkan mereka merasa bahagia dengan ketaatan kepada Allah Swt. Orang lain tidur dengan kasur empuk, mereka tidur dengan menopang kening dan lututnya. Orang lain menyia-nyiakan amal dan akhlaq para Nabi, sedangkan mereka melestarikannya. Bumi menangisi kepergian mereka, dan Allah memurkai setiap negeri yang tidak seorangpun dari mereka menetap di sana. Mereka tidak tergiur kepada dunia laksana anjing tergiur melihat bangkai. Mereka hanya makan seperlunya, sekedar dapat menyambung nyawa, mengenakan pakaian bertambal, kusut dan kepala berdebu. Orang-orang yang melihatnya mengira bahwa mereka sakit. Namun, sesungguhnya tidak ada penyakit pada diri mereka. Dikatakan bahwa mereka gila, mereka tidak gila. Namun orang-orang melihat hati mereka tertambat kepada ketentuan Allah, yang telah membuat mereka mengeyahkan dunia. Dikalangan penduduk dunia, mereka dianggap berjalan tanpa akal. Tetapi justru merekalah yang berakal ketika akal manusia lainnya hilang. Bagi mereka, kemuliaan adalah di akhirat. Hai Usamah, jika engkau melihat mereka disebuah negeri, ketahuilah olehmu bahwa mereka adalah pelindung penduduk negeri itu, sebab Allah tidak akan menurunkan azab atas suatu kaum selama mereka ada di tengah-tengah kaum itu. Bumi mencintai mereka dan Yang Maha Perkasa meridhai mereka. Oleh karena itu, jadikanlah mereka saudaramu, agar melalui mereka engkau beroleh keselamatan. Dan jika engkau ingin agar kematian menjemputmu saat perutmu kosong dan hatimu haus, lakukanlah karena dengan demikian sesungguhnya engkau telah mencapai derajat yang mulia, bersama para nabi. Para malaikat pun bergembira menyambut kedatangan ruhmu, sedangkan Dia Yang Mahaperkasa akan bersholawat kepadamu.”
Jamaah Sholat Jumat yang dirahmati Allah
Yang kedua, dari sikap zuhud yang juga harus dipahami
bahwa zuhud bukan berarti terlarang memiliki harta atau mengharamkan apa yang
dihalalkan Allah. Zuhud adalah sikap manusia kepada Allah. Zuhud itu adalah
engkau lebih yakin apa yang ada ditangan Allah dari pada apa yang ada ditangan
makhluk. Apa yang ada di sisi Allah lebih baik dari apa yang ada pada sisi
manusia. Zuhud adalah soal keyakinan yang kuat dan lurus. Sama saja bagi
seorang zahid ketika dia tertimpa musibah atau tidak. Dia lebih mengharapkan
pahala dari pada kembalinya apa yang ia miliki. Ali bin Abi thalib r.a berkata,
“barang siapa zuhud terhadap dunia, maka berbagai musibah terasa ringan
baginya”.
Abu Hazim seorang zahid pernah ditanya, “Berupa apakah
hartamu?” Ia menjawab,”Dua macam. Yang dengan dua macam tersebut aku tidak
pernah takut miskin; karena percaya kepada Allah dan tidak pernah mengharapkan
apa yang ada ditangan manusia.” Kemudian ia ditanya lagi,”Engkau tidak takut
miskin?.” Ia menjawab,”mengapa Aku harus takut miskin, sedangkan Tuhanku
pemilik langit, bumi serta apa yang berada diantara keduanya.”
Zuhud juga berarti bahwa kita harus mengerti bahwa apa
yang kita butuhkan dalam hal dunia dari apa yang sekedar kita inginkan. Dalam
hal makan atau keperluan-keperluan hidup lainnya. Contoh sederhana adalah dari
dari kebiasaan pola makan kita. Seorang zahid biasanya sangat menjaga makan dan
pola makan dalam hal apa yang di makan dan takarannya. Hadits Rasulullah
berikut akan membimbing kita dalam hal takaran makan. “Tidaklah anak Adam
mengisi bejana lebih buruk selain dari perut. Cukuplah anak Adam beberapa
suapan sekedar yang bias menegakan tulang sulbinya. JIka tidak mungkin, maka
sepertiganya untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk
nafasnya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, dan al-Baghawi).
0 komentar:
Post a Comment