Isi Khutbah
Yang
menjadi misi kerasulan Muhammad Saw. bukan hanya kerisauannya terhadap ratusan
berhala yang tergantung memenuhi pada dinding-dinding ka’bah, akan tetapi telah
terjadinya perubahan gaya
hidup yang mencolok masyarakat Mekkah pada saat itu. Kemakmuran yang mereka
capai dengan menjadikan Mekkah sebagai pusat perdagangan yang ramai selama
tahun-tahun terakhir abad ke-6 telah menjadikan mereka kehilangan orientasi dan
makna hidup sejati; semangat komunal (kesukuan) dan egalitarianism (persamaaan)
yang selama itu menjadi kultur mereka, berganti menjadi pola-pola hidup yang individualistis
dan kecenderungan system ekonomi yang kapitalis, mereka lebih mementingkan
kepentingan sendiri di atas kepentingan sukunya, menumpuk harta pribadi, tidak
peduli lagi dengan nasib kaum yang miskin dan lemah.
Misi risalah
tauhid yang digaungkan Muhammad Saw kemudian bukan hanya untuk menegaskan akan
eksistensi Tuhan Esa sebagai realitas tunggal, akan tetapi yang lebih penting
dari itu, Nabi Saw datang sebagai pemberi peringatan dan mengingatkan akan
nilai-nilai kepercayaan kuno mereka yang sudah mereka tinggalkan.
Mereka
bukannya tidak beriman kepada Allah, Sang Pencipta langit dan bumi, yang
menghidupkan alam semesta sebagaimana dalam firman-Nya
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ
السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللهُ
فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ {61} اللهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَن يَشَآءُ مِنْ عِبَادِهِ
وَيَقْدِرُ لَهُ إِنَّ اللهَ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ {62} وَلَئِن سَأَلْتَهُم
مَّن نَّزَّلَ مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَأَحْيَا بِهِ اْلأَرْضَ مِن بَعْدِ
مَوْتِهَا لَيَقُولُنَّ اللهُ قُلِ الْحَمْدُ للهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ
لاَيَعْقِلُونَ
Dan sesungguhnya
jika kamu tanyakan kepada mereka:"Siapakah yang menjadikan langit dan bumi
dan menundukkan matahari dan bulan?" Tentu mereka akan
menjawab:"Allah", maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari
jalan yang benar). Allah melapangkan rizki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di
antara hamba-hamba-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan baginya.Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Dan
sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka:"Siapakah yang menurunkan
air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?"
Tentu mereka akan menjawab:"Allah", Katakanlah:"Segala puji bagi
Allah", tetapi kebanyakan mereka tidak memahami(nya). (Q.S. 29 : 61-63)
Mereka
percaya kepada Allah Tuhan yang Maha tinggi, yang mengatur alam raya, yang
memberi mereka segala macam kebutuhan. Persoalannya adalah mereka tidak
menjadikan Allah sebagai pusat kehidupan; dari Allah lah mereka berangkat dan
kepada-Nyalah mereka akan dikembalikan. Keridhoan Allah lah yang menjadi
barometer segenap tindak tanduk mereka di dunia. Kesadaran semacam ini yang
tidak ada pada mereka. Hingga mereka
melampaui batas; kufur nikmat, melakukan berbagai pelanggaran dan
penyelewengan, merasa memiliki segalanya, egois dan sombong.
Kaum
Muslimin yang dirahmati Allah
Berkaca pada problem sosial masarakat Mekkah di atas, maka
apa yang terjadi pada masyarakat kita dewasa ini relatif menemukan kesamaannya.
Kemajuan tekhnologi dan berbagai tren globalisasi telah mewarnai kultur
masyarakat modern saat ini yang semakin menjauhkan kita dari nilai-nilai sejati
kehidupan dan orientasi hidup kita yang semakin materialistis. Pola hidup yang
hedonis, konsumtif dan pragmatis mewabah bukan hanya pada level masyarakat kelas
menengah atas, celakanya menjangkit pula pada level-level masyarakat kelas
bawah. Hidup sekarang bagai berpacu dengan nafsu, berburu gengsi, tak peduli
mampu atau tidak mampu yang penting bisa mengikuti tren abad ini dan tidak mau dikatakan
ketinggalan zaman. Inikah berhala pada abad modern itu? Berbagai barang-barang
skunder yang memenuhi isi rumah kita tak ubahnya seperti berhala-berhala yang
menggantung pada dinding-dinding ka’bah pada masa Nabi dulu- jika semua itu
malah menjauhkan kita dari nilai-nilai hidup sejati; kesederhanaan,
kebersahajaan, hemat dan kepedulian kita terhadap sesama. Sungguh Allah swt
menistakan orang-orang yang memperturutkan dan tunduk terhadap hawa nafsunya
sebagaimana firmannya :
أَرَءَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلاَهَهُ
هَوَاهُ أَفَأَنتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلاً . أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ
إِنْ هُمْ إِلاَّ كَاْلأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلاً
Terangkanlah tentang orang yang
menjadikan hawa nafsunya sebagai Ilahnya.Maka apakah kamu dapat menjadi
pemelihara atasnya? atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu
mendengar atau memahami.Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang
ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya dari binatang ternak itu). (QS.
25:43-44)
Kaum Muslimin Jamaah
Jum’at yang berbahagia
Belum
lagi berbagai cara yang dilakukan masyarakat kita dewasa ini yang semakin
irasional dan membabi buta untuk mencapai tujuan-tujuan hidupnya; melakukan
berbagai jalan pintas, menghalalkan segala cara; Suap menyuap, korupsi, kolusi,
manipulasi atau berbagai konspirasi dari yang level rendah sampai yang tingkat
tinggi.
Kita bukan tidak beriman kepada Allah Tuhan yang Esa, yang
yang mengatur dan mengawasi setiap langkah kita, akan tetapi cara kita berTuhan
yang belum benar. Padahal, kita akan
mudah sekali marah apabila agama kita dihina orang lain, mudah tersinggung dan
reaktif apabila madzhab kita dikritik mazdhab lain. Kita mengkritik
habis-habisan orang yang tidak sepaham-sealiran dengan kita, kita menganggap
aliran kitalah sebagai satu-satunya pewaris sunnah sejati, berbagai legitimasi
dan justifikasi kita cari-cari, bahkan atas nama keyakinan kita hakimi mereka
dengan cara brutal dan anarki. Tapi apakah ini yang menjadikan ukuran kita
beriman? Sementara segala tindakan kita masih diliputi oleh kepentingan dan
kecenderungan diri.
Maka misi tauhid Nabi akan kembali menemukan relevansinya
untuk kita dakwahkan pada masarakat kita yang sedang sakit. Tauhid yang artinya
meng-Esakan Allah harusnya berimplikasi pada totalitas perbuatan kita yang
hanya mencari ridha Allah. Ketika syahadat sudah kita ikrarkan, berarti kita
siap menjadi saksi-saksi kebenaran sejati ilahi dengan menjadi pelaku-pelaku
kebenaran yang diridhai. Merealisasikan kehendak ilahi lewat perilaku kita yang
diridhai berarti kita dapat menghadirkan Tuhan dalam kehidupan kita.
Sebaliknya, ketika perilaku kita jauh dari apa yang Dia kehendaki, berarti kita
mengenyampingkan Tuhan dalam kehidupan kita. Dan apabila ini terjadi, berarti
syahadat kita hanya merupakan pengakuan tanpa bukti, seperti halnya pengakuan
masyarakat arab tempo dulu, mengakui Allah sebagai pencipta tapi tidak mampu
menghadirkan Allah dalam perilaku mereka sehari-hari.
Jamaah
Jum’at yang dimuliakan Allah
Nilai-nilai sejati-universal Tuhan tersebut tidak akan
berubah, dan bercampur, yang batil-akan tetap menjadi batil dan yang benar akan
tetap menjadi benar. Walau sekecil apapun praktek suap-menyuap akan tetap
menjadi haram, walau sekecil apapun segala bentuk manipulasi akan tetap menjadi
haram. Walau sekecil apapun mengambil yang memang bukan menjadi haknya akan
tetap menjadi haram walau dalam lingkaran yang sudah tersistemisasi sedemikain
kuatnya. Kita harus mampu keluar dari system yang korup. Kita harus siap
menjadi orang yang aneh selama yang kita pegang adalah nilai-nilai sejati
hidup. Bukankah Nabi juga awalnya dianggap orang yang aneh bahkan dituduh
sebagai tukang sihir sekalipun.
Khutbah I
اَلْحَمْدُ للهِ الّذِىْ اَكْرَمَ مَنِ اتَّقَى
بِمَحَبَّتِهِ, وَاَوْعَدَ مَنْ خَالَفَهُ بِغَضَبِهِ وَعَذَابِهِ,
اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَنَّ سَيْدَنَا
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَرْسَلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ
عَلى الدِّيْنِ كُلِّهِ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيْدِنَا مُحَمَّدٍ
رَسُوْلِ اللهِ وَخَيْرِ خَلْقِهِ, وَعَلَى الِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ جَاهَدُوْا
فِى سَبِيْلِهِ. اما بعد : فَيَااَيُّهَاالنَّاسُ اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى اَمَرَنَا بِالاتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ
بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنَ. اَشْهَدُ اَنْ لاَّ ِالهَ ِالاَّ للهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ
لَهُ اِيَّاهُ نَعْبُدُ وَاِيَّاهُ نَسْتَعِيْنَ, وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمّدً عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِّلْعَالَمِيْنَ. اَلّلهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ
وَبَارِكْ علَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِهِ وَاَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ. اَمَّا
بَعْدُ : فَيَا عِبَادَالله اِتَّقُ اللهَ تَعَالَى رَبَّ الْعَالمَِيْنَ. وَسَارِعُوْ
اِلى مَغْفِرَةِ اللهِ الْكَرِيْمِ. وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَلَى
بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلاَئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ فَقَالَى
فِى كِتَابِهِ الْعَزِيْز. اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتِهِ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِى
يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.اَلّلهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلاْحْيَاءِ
مِنْهُمُ اْلاَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُّجِيْبُ الدَّعْوَاتِ رَبَّنَا
اتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلاَخِرَةِ حَسَنَهً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَالله, اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَلاِْحْسَانَ وَاِيْتَائِ ذِى الْقُرْبَى
وَيَنْهَى عَنِ الْفَخْشَاءِ وَالْمُنْكَرْ وَالْبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ.
فَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْئَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ
وَلَذِكْرُاللهَ اَكْبَرَ وَاللهُ يَعْلَمُ مَا يَصْنَعُوْنَ اَقِيْمُوا الصَّلوةَ.
0 komentar:
Post a Comment