Tuesday, September 4, 2012

Berhala-Berhala Abad Modern

Posted by KHUTBAH | 5:17 PM Categories: , , ,

Isi Khutbah
Yang menjadi misi kerasulan Muhammad Saw. bukan hanya kerisauannya terhadap ratusan berhala yang tergantung memenuhi pada dinding-dinding ka’bah, akan tetapi telah terjadinya perubahan gaya hidup yang mencolok masyarakat Mekkah pada saat itu. Kemakmuran yang mereka capai dengan menjadikan Mekkah sebagai pusat perdagangan yang ramai selama tahun-tahun terakhir abad ke-6 telah menjadikan mereka kehilangan orientasi dan makna hidup sejati; semangat komunal (kesukuan) dan egalitarianism (persamaaan) yang selama itu menjadi kultur mereka, berganti menjadi pola-pola hidup yang individualistis dan kecenderungan system ekonomi yang kapitalis, mereka lebih mementingkan kepentingan sendiri di atas kepentingan sukunya, menumpuk harta pribadi, tidak peduli lagi dengan nasib kaum yang miskin dan lemah.

Misi risalah tauhid yang digaungkan Muhammad Saw kemudian bukan hanya untuk menegaskan akan eksistensi Tuhan Esa sebagai realitas tunggal, akan tetapi yang lebih penting dari itu, Nabi Saw datang sebagai pemberi peringatan dan mengingatkan akan nilai-nilai kepercayaan kuno mereka yang sudah mereka tinggalkan.
Mereka bukannya tidak beriman kepada Allah, Sang Pencipta langit dan bumi, yang menghidupkan alam semesta sebagaimana dalam firman-Nya
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ {61} اللهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَن يَشَآءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَهُ إِنَّ اللهَ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ {62} وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّن نَّزَّلَ مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَأَحْيَا بِهِ اْلأَرْضَ مِن بَعْدِ مَوْتِهَا لَيَقُولُنَّ اللهُ قُلِ الْحَمْدُ للهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لاَيَعْقِلُونَ
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka:"Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" Tentu mereka akan menjawab:"Allah", maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar). Allah melapangkan rizki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan baginya.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka:"Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?" Tentu mereka akan menjawab:"Allah", Katakanlah:"Segala puji bagi Allah", tetapi kebanyakan mereka tidak memahami(nya). (Q.S. 29 : 61-63)
Mereka percaya kepada Allah Tuhan yang Maha tinggi, yang mengatur alam raya, yang memberi mereka segala macam kebutuhan. Persoalannya adalah mereka tidak menjadikan Allah sebagai pusat kehidupan; dari Allah lah mereka berangkat dan kepada-Nyalah mereka akan dikembalikan. Keridhoan Allah lah yang menjadi barometer segenap tindak tanduk mereka di dunia. Kesadaran semacam ini yang tidak ada pada  mereka. Hingga mereka melampaui batas; kufur nikmat, melakukan berbagai pelanggaran dan penyelewengan, merasa memiliki segalanya, egois dan sombong.
Kaum Muslimin yang dirahmati Allah
Berkaca pada problem sosial masarakat Mekkah di atas, maka apa yang terjadi pada masyarakat kita dewasa ini relatif menemukan kesamaannya. Kemajuan tekhnologi dan berbagai tren globalisasi telah mewarnai kultur masyarakat modern saat ini yang semakin menjauhkan kita dari nilai-nilai sejati kehidupan dan orientasi hidup kita yang semakin materialistis. Pola hidup yang hedonis, konsumtif dan pragmatis mewabah bukan hanya pada level masyarakat kelas menengah atas, celakanya menjangkit pula pada level-level masyarakat kelas bawah. Hidup sekarang bagai berpacu dengan nafsu, berburu gengsi, tak peduli mampu atau tidak mampu yang penting bisa mengikuti tren abad ini dan tidak mau dikatakan ketinggalan zaman. Inikah berhala pada abad modern itu? Berbagai barang-barang skunder yang memenuhi isi rumah kita tak ubahnya seperti berhala-berhala yang menggantung pada dinding-dinding ka’bah pada masa Nabi dulu- jika semua itu malah menjauhkan kita dari nilai-nilai hidup sejati; kesederhanaan, kebersahajaan, hemat dan kepedulian kita terhadap sesama. Sungguh Allah swt menistakan orang-orang yang memperturutkan dan tunduk terhadap hawa nafsunya sebagaimana firmannya :
أَرَءَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلاَهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلاً . أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلاَّ كَاْلأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلاً
Terangkanlah tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Ilahnya.Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami.Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya dari binatang ternak itu). (QS. 25:43-44)

Kaum Muslimin Jamaah Jum’at yang berbahagia

Belum lagi berbagai cara yang dilakukan masyarakat kita dewasa ini yang semakin irasional dan membabi buta untuk mencapai tujuan-tujuan hidupnya; melakukan berbagai jalan pintas, menghalalkan segala cara; Suap menyuap, korupsi, kolusi, manipulasi atau berbagai konspirasi dari yang level rendah sampai yang tingkat tinggi.
Kita bukan tidak beriman kepada Allah Tuhan yang Esa, yang yang mengatur dan mengawasi setiap langkah kita, akan tetapi cara kita berTuhan yang belum benar. Padahal,  kita akan mudah sekali marah apabila agama kita dihina orang lain, mudah tersinggung dan reaktif apabila madzhab kita dikritik mazdhab lain. Kita mengkritik habis-habisan orang yang tidak sepaham-sealiran dengan kita, kita menganggap aliran kitalah sebagai satu-satunya pewaris sunnah sejati, berbagai legitimasi dan justifikasi kita cari-cari, bahkan atas nama keyakinan kita hakimi mereka dengan cara brutal dan anarki. Tapi apakah ini yang menjadikan ukuran kita beriman? Sementara segala tindakan kita masih diliputi oleh kepentingan dan kecenderungan diri.
Maka misi tauhid Nabi akan kembali menemukan relevansinya untuk kita dakwahkan pada masarakat kita yang sedang sakit. Tauhid yang artinya meng-Esakan Allah harusnya berimplikasi pada totalitas perbuatan kita yang hanya mencari ridha Allah. Ketika syahadat sudah kita ikrarkan, berarti kita siap menjadi saksi-saksi kebenaran sejati ilahi dengan menjadi pelaku-pelaku kebenaran yang diridhai. Merealisasikan kehendak ilahi lewat perilaku kita yang diridhai berarti kita dapat menghadirkan Tuhan dalam kehidupan kita. Sebaliknya, ketika perilaku kita jauh dari apa yang Dia kehendaki, berarti kita mengenyampingkan Tuhan dalam kehidupan kita. Dan apabila ini terjadi, berarti syahadat kita hanya merupakan pengakuan tanpa bukti, seperti halnya pengakuan masyarakat arab tempo dulu, mengakui Allah sebagai pencipta tapi tidak mampu menghadirkan Allah dalam perilaku mereka sehari-hari.
Jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah
Nilai-nilai sejati-universal Tuhan tersebut tidak akan berubah, dan bercampur, yang batil-akan tetap menjadi batil dan yang benar akan tetap menjadi benar. Walau sekecil apapun praktek suap-menyuap akan tetap menjadi haram, walau sekecil apapun segala bentuk manipulasi akan tetap menjadi haram. Walau sekecil apapun mengambil yang memang bukan menjadi haknya akan tetap menjadi haram walau dalam lingkaran yang sudah tersistemisasi sedemikain kuatnya. Kita harus mampu keluar dari system yang korup. Kita harus siap menjadi orang yang aneh selama yang kita pegang adalah nilai-nilai sejati hidup. Bukankah Nabi juga awalnya dianggap orang yang aneh bahkan dituduh sebagai tukang sihir sekalipun.

Khutbah I

اَلْحَمْدُ للهِ الّذِىْ اَكْرَمَ مَنِ اتَّقَى بِمَحَبَّتِهِ, وَاَوْعَدَ مَنْ خَالَفَهُ بِغَضَبِهِ وَعَذَابِهِ, اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَنَّ سَيْدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَرْسَلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلى الدِّيْنِ كُلِّهِ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيْدِنَا مُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللهِ وَخَيْرِ خَلْقِهِ, وَعَلَى الِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِى سَبِيْلِهِ. اما بعد : فَيَااَيُّهَاالنَّاسُ اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى اَمَرَنَا بِالاتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنَ. اَشْهَدُ اَنْ لاَّ ِالهَ ِالاَّ للهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ اِيَّاهُ نَعْبُدُ وَاِيَّاهُ نَسْتَعِيْنَ, وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمّدً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِّلْعَالَمِيْنَ. اَلّلهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ علَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِهِ وَاَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ. اَمَّا بَعْدُ : فَيَا عِبَادَالله اِتَّقُ اللهَ تَعَالَى رَبَّ الْعَالمَِيْنَ. وَسَارِعُوْ اِلى مَغْفِرَةِ اللهِ الْكَرِيْمِ. وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَلَى بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلاَئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ فَقَالَى فِى كِتَابِهِ الْعَزِيْز. اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتِهِ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِى يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.اَلّلهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلاْحْيَاءِ مِنْهُمُ اْلاَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُّجِيْبُ الدَّعْوَاتِ رَبَّنَا اتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلاَخِرَةِ حَسَنَهً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَالله, اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَلاِْحْسَانَ وَاِيْتَائِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَخْشَاءِ وَالْمُنْكَرْ وَالْبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْئَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُاللهَ اَكْبَرَ وَاللهُ يَعْلَمُ مَا يَصْنَعُوْنَ اَقِيْمُوا الصَّلوةَ.

0 komentar:

Post a Comment

  • RSS
  • Delicious
  • ini apa
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube