Isi Khutbah
Hari ini tanggal 4 Januari adalah Jum’at pertama di tahun
2013, masih dalam suasana tahun baru masehi. Baru saja kita merasakan atau
terlibat langsung dalam semarak perayaan pergantian tahun dengan beragam bentuknya,
ramai pada setiap sudut kota dan desa. Beragam acara digelar, dari yang resmi pemerintahan,
kelompok sosial, keluarga dan individu masing-masing. Suara riuh terompet, aneka
kembang api, petasan, panggang jagung dan ikan bakar menghiasi meriahnya malam
pergantian tahun baru tersebut.
Dari gambaran perayaan tersebut di atas, kita dapat
menangkap kesan bahwa datangnya tahun baru menimbulkan rasa gembira pada
sebagian orang. Pertanyaan adalah apa yang membuat kita gembira? Maka alangkah
baiknya apabila rasa gembira tersebut didasari oleh spirit makna yang terkandung
pada setiap perayaan tahun baru dengan sedikit banyak mengetahui asal-usulnya.
Jamaah Sholat Jum’at
yang berbahagia
Ada beberapa makna yang dapat kita jadikan spirit pada
perayaan tahun baru ini, pertama, bahwa tahun baru adalah tahun harapan dan
optimis. Ada banyak sistem penanggalan di dunia terkait dengan pergantian tahun secara periodik
selain tahun baru masehi saat ini, yang pada umumnya bermuatan relijius, dilatarbelakangi oleh sejarah perubahan sosial dari masa kelam
kepada masa yang bersinar, syarat dengan pesan-pesan moral dan lambang kemenangan
bagi kebaikan. Maka kerap saja bahwa pergantian tahun dari generasi ke generasi
selalu memunculkan rasa optimisme dan harapan-harapan baru yang akan dicapai
bagi setiap penganutnya.
Kita sendiri sebagai umat Islam
menganut atau menggunakan kalender Islam yang lebih dikenal dengan kalender
Hijriyah yang didasarkan pada masa orbit bulan mengelilingi bumi selama 354
hari. Tahun pertamanya dihitung sejak Nabi Muhammad SAW hijrah dari Mekkah ke Madinah.
Dan kita sudah sama mafhum bahwa spirit hijrah Nabi dapat meninspirasi setiap
perubahan-perubahan besar bagi individu maupun sosial.
Kemudian kita mengenal Tahun Baru Cina, yang
dikenal juga dengan tahun baru Imlek, melambangkan permulaan, titik permulaan
dalam nasib dan kehidupan. Sebelum hari tahun baru bermula, sanak saudara yang
jauh akan kembali berkumpul. Rumah akan dicuci dan segala hutang-piutang dibayar
agar mereka tidak sentiasa dikelilingi hutang sepanjang tahun yang baru. Mercon
dibakar pada tengah malam yang menandakan bermulanya tahun baru dan akan menghalau puaka dan nasib malang. Rumah-rumah
dihiasi dengan buah limau sebagai simbol murah rezeki. Disinyalir kalender Cina
ini sudah berumur 4 ribu tahun lebih. Sempat mengalami beberapa perubahan pada
setiap dinasti yang memerintah. Namun baru ditetapkan sampai saat ini oleh
Kaisar Han Wu Di (140-86 SM), tepatnya tahun 104 SM, sistem penanggalan Xia
diresmikan sebagai penanggalan Negara. Untuk menghormati Nabi Khonghucu,
penentuan perhitungan tahun pertamanya dihitung sejak tahun kelahiran Nabi
Khonghucu dan Agama Khonghucu ditetapkan sebagai agama Negara (state religion).
Kemudian
kita mengenal tahun baru saka. Sebagai tahun baru Umat Hindu. pada tahun ini
umat Hindu merayakan hari raya Nyepi yang berasal dari kata sepi (sunyi,
senyap). Tujuan utama Hari Raya Nyepi adalah memohon ke hadapan Tuhan Yang Maha
Esa, untuk menyucikan Bhuana Alit (alam manusia/microcosmos) dan Bhuana
Agung/macrocosmos (alam semesta). Tidak ada aktivitas seperti biasa. Semua
kegiatan ditiadakan, termasuk pelayanan umum, seperti Bandar Udara
Internasional pun tutup, namun tidak untuk rumah sakit. Penanggalan/kalender caka ini dimulai sejak
tahun 78 Masehi. Peringatan Tahun Baru Saka ini juga bermakna sebagai hari
kebangkitan, hari pembaharuan, hari kebersamaan (persatuan dan kesatuan), hari
toleransi, hari kedamaian sekaligus hari kerukunan nasional, terinspirasi dari keberhasilan
Raja Kaniskha I dari keturunan suku Saka yang dapat menyatukan bangsa yang
tadinya bertikai dengan paham keagamaan yang saling berbeda setelah sekian
tahun.
Jamaah
Sholat Jum’at yang berbahagia
Dipaparkannya
sekelumit tentang beberapa sistem penanggalan yang ada di dunia dimaksudkan
agar kita menyadari bahwa pergantian tahun adalah persoalan sosial budaya yang
dilatarbelakangi oleh peristiwa tertentu dan oleh penganut keagamaan dan
kepercayaan tertentu.
Sejatinya,
harapan dan rasa optimisme itu dibangun tidak pada saat tahun baru saja, namun pada
setiap saat, setiap detik waktu kita tidak boleh putus akan harapan. Namun
barangkali karena sifat manusia lalai dan pelupa, maka disediakanlah oleh Allah
fasilitas-fasilitas waktu istimewa untuk menumbuhkan kesadaran untuk
memperbaiki diri, salah satunya adalah tahun baru masehi sekarang ini
Jamaah
sholat Jum’at yang berbahagia
Kedua, makna tahun baru yang dapat kita ambil hikmahnya adalah
bahwa dengan bertambahnya tahun, maka hakikatnya semakin berkurang usia atau
umur kita. Maka menyadari sepenuhnya seraya mengintrospeksi diri kita dan mentaubati
segala dosa dan kekeliruan kita di tahun yang lalu adalah langkah bijak di
tahun baru ini. Membangun optimisme serta berusaha memperbaiki segala
kesalahan, serta mengisi hari-hari yang akan datang dengan perbuatan-perbuatan
baik dan hal-hal yang bermanfaat lainnya jadikanlah harapan dan resolusi kita
untuk tahun-tahun yang akan kita lalui.
Rasa gembira kita dengan datangnya tahun baru ini jadikan
sebagai perwujudan rasa syukur kita kepada Allah swt bahwa kita masih diberi
kesempatan untuk mempergunakan umur dan segala fasilitas hidup yang akan kita
pertanggungjawabkan nanti, sebagaimana disabdakan Nabi saw.
لَا
تَزُولُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ عَزَّ
وَجَلَّ حَتَّى يَسْأَلَهُ عَنْ خَمْسٍ: عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ،
وَعَنْ شَبَابِهِ فِيمَا أَبْلَاهُ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ
وَفِيمَا أَنْفَقَهُ، وَمَا عَمِلَ فِيمَا عَلِمَ
“Tidak akan bergeser kaki manusia pada hari kiamat dari
sisi Rabnya sehinga ditanya tentang lima hal: tentang umurnya untuk apa ia
pergunakan, masa mudanya untuk apa ia habiskan, tentang hartanya dari mana ia
peroleh dan kemana ia infakkan, dan tentang ilmunya apa yang ia amalkan
(darinya).
Janganlah dikemudian hari kita termasuk orang-orang yang menyesal
karena tidak dapat mempergunakan karunia Allah dengan sebaik-baiknya berupa
kesempatan hidup dengan berbagai amal kebajikan, hingga kita akan mengalami
nasib yang tragis pada saat tutup usia kita, sebagaimana diilustrasikan dalam
al-Qur’an:
حَتَّى
إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ (٩٩)لَعَلِّي أَعْمَلُ
صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ
وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ
“Hingga apabila datang kematian kepada seorang dari mereka, dia
berkata, “Ya Rabbku kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku beramal shalih
terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah
perkataan yang diucapkan saja. Dan dihadapan mereka ada barzakh sampai hari
mereka dibangkitkan.” (Qs
Al Mukminun: 99-100)
Jamaah
Sholat Jum’at yang berbahagia
Maka
tanpa kita harus memperdulikan tahun barupun, bahwa setiap detik waktu kita
pada hakikatnya adalah kesempatan yang tidak akan datang untuk kedua kalinya,
maka setiap hari, bulan, tahun adalah baru bagi kita, dan tidak akan kita alami
lagi hari, bulan dan tahun yang sama esok hari. Dan Nabi senatiasa mengajarkan
agar senantiasa kita dalam keadaan mengingatNya, saat kita baru terbangun dari
tidur sekalipun.
إِذَا
اسْتَيْقَظَ فَلْيَقُلْ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي عَافَانِي فِي جَسَدِي
وَرَدَّ عَلَيَّ رُوحِي وَأَذِنَ لِي بِذِكْرِهِ
“Jika seorang terbangun hendaklah mengucapkan: “Segala puji bagi Allah
yang telah menyelamatkanku tubuhku, dan mengembalikan nyawa kepadaku, serta
mengizinkanku untuk berdzikir kepadaNya” (HR. Tirmidzi)
Inilah sebagian dari ajaran Nabi untuk kita selalu wamas diri dari setiap inci
langkah kita agar tidak jatuh dalam kesia-sian umur kita.
وَالْعَصْرِ إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam
kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya
menetapi kesabaran. (QS. 103:3)
Semoga setiap detik waktu kita, besertanya keridhoan
Allah swt. Amin ya Rabbal’alamin.
فإن ماسأل عنه السائل من لفظ :" ما أسكر كثيره فقليله حرام". هو حديث نبوي رواه أبو داود في سننه ، كتاب الأشربة ، باب النهي عن المسكر ، رقم 3681 ـ والترمذي في الأشربة باب "ما أسكر كثيره فقليله حرام" رقم: 1865 ـ وأحمد وابن حبان عن جابر. ورواه أيضا أحمد والنسائي وابن ماجه عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده ـ وصححه الألباني ـ كما في صحيح الجامع الصغير صفحة 5530 والله تعالى أعلم.
ReplyDelete