Isi Khutbah
Saat ini masyarakat Indonesia
sedang ramai memperbincangkan tentang siapa pemimpin atau presiden RI untuk 5
tahun ke depan. Ramai berbagai sorotan media setiap harinya; talk saw, diskusi
dan debat mengambarkan kecenderungan masing-masing orang dalam menentukan pilihannya. Hak dan
kebebasan setiap warga untuk menetukan pilihannya, namun kita jangan terjebak
dalam fanatisme yang berlebihan terhadap calon atau kelompok yang kita ikuti
sehingga kita ikut-ikutan menilai seseorang tanpa dasar dan fakta yang kuat. Seorang novelis ternama Indonesia pernah mengungkapkan dalam salah satu karyanya;”harus adil sejak
dalam pikiran, janganlah ikut-ikutan menjadi hakim tentang suatu perkara yang
tidak diketahui benar tidaknya”.
Saat ini banyak orang men-judge orang atau kelompok lain karena ikut-ikutan apa kata orang, karena bersebrangan pilihan politiknya. Kampanye hitam banyak dilakukan mencari-cari apa saja yang bisa dibuat menghantam. Silahkan menentukan pilihan dengan nalar dan nurani tanpa
menjelek-jelekan pihak lain tanpa dasar dan fakta.
Jamaah sholat Jum’at yang
dirahmati Allah swt.
Keberadaan seorang pemimpin bagi
suatu Negara amatlah vital karena menyangkut keputusan-keputusan yang akan
diambil dari seluruh persoalan bangsa. Dan persoalan bangsa tentunya adalah
menyangkut rasa adil bagi seluruh warga negara dan kehidupan yang sejahtera
bagi seluruh penduduk masyarakat. Oleh karena itu, tugas seorang pemimpin
amatlah berat karena ia menanggung pemasalahan hidup seluruh warga negara,
termasuk rasa aman, terhindar dari segala ancaman dan gangguan. Dibutuhkan
pemimpin yang jujur, adil dan amanah dalam memutus segala persoalan dan perkara
umat. Inilah yang diperaktekan Nabi Daud as ketika diangkat menjadi khalifah
…….فَاحْكُم بَيْنَنَا
بِالْحَقِّ وَلاَتُشْطِطْ وَاهْدِنَآ إِلَى سَوَآءِ الصِّرَاطِ
maka
berilah keputusan antara kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari
kebenaran dan tunjukilah kami ke jalan yang lurus
Ibnu Taimiyah memberikan konklusi
bahwa tugas seorang pemimpin adalah menegakan amar-ma’ruf dan nahi mungkar,
memerintahkan kebaikan dan menghapus kebathilan.
Menjalankan
amanat ini tentnya sangat berat, tidak sembarang orang dapat menjalankannya.
Apalagi lingkaran kekuasaan biasanya memberikan banyak peluang kepada kita
untuk bertindak sewenang-wenang korup dan lain sebagainya.
Dan (Ingatlah), ketika
Ibrahim diuji Rabb-nya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu
Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman:"Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu
imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata:"(Dan saya mohon juga)
dari keturunanku. Allah berfirman:"Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang
yang zalim". (QS. 2:124)
Maka balasan dan
ganjaran yang dijanjikan Allah pun besar terhadap orang-orang yang berlaku adil
dan menjaga amanah. سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ
اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: الْإِمَامُ الْعَادِلُ Allah akan memberikan perlindungan pada
hari kiamat kelak kepada 7 golongan manusia salah satunya dan yang pertama
adalah pemimpin yang adil. Imam Ja’far As-Shodiq meriwayatkan 12 kelompok
manusia yang tidak tertolak doanya, salah satunya adalah pemimpin yang adil.
Demikianlah Allah
menjanjikan balasan yang hebat kepada pemimpin yang adil sebanding dengan berat
tanggung jawab yang dipikulnya. Namun berat juga balasannya bagi orang-orang
yang tidak amanah menjadi seorang pemimpin. Karena itu pula, ketika sahabat
Nabi SAW, Abu Dzarr, meminta
suatu jabatan, Nabi saw bersabda: "Kamu lemah, dan ini adalah amanah
sekaligus dapat menjadi sebab kenistaan dan penyesalan di hari kemudian (bila
disia-siakan)".(H. R. Muslim).
Jamaah sholat
Jum’at yang berbahagia
Oleh karena
beratnya tanggung jawab seorang pemimpin, maka kisah-kisah para sahabat dan
tabiin, dapat kita jadikan teladan tentang sikapnya ketika akan diangkat
menjadi khalifah. Meskipun kriteria mereka mumpuni untuk menjadi seorang
pemimpin, namun sering dan banyak dari mereka awalnya menolak. Umar bin Khatab
menangis tersedu-sedu saat ditunjuk khalifah Abu Bakar untuk menggantikannya
menjadi khalifah, dalam tangisannya beliau menyataan :”jika Engkau benar
mencintaiku, janganlah kau bebankan amanat itu ke pundaku”.
Sahabat Nabi
Miqdad bin Amr yang pemberani di medan perang pernah ditunjuk oleh baginda Nabi
saw sebaga gubernur suatu wilayah, beberapa bulan setelah itu ditanyakan
kabarnya, Miqdad bin Amr menjawab:”Demi yang mengutusmu membawa kebenaran, mulai
saat ini saya tidak akan menjadi pemimpin sekalipun untuk dua orang. Begitu pula yang
dialami Oleh salah satu khalifah Bani Umayyah, Umar bin Abdul Aziz, beliau
bermandikan air mata saat ditunjuk sebagai khalifah karena takut tidak mampu
memikul beban amanat yang termat berat.
Saat ini orang
berlomba dan berebut untuk menjadi pemimpin. berbeda dengan sikap para sahabat
di atas. Kekuasaan saat ini begitu menggiurkan. Orientasi kekuasaan bukan lagi
sebagai pelayan publik akan tetapi dijadikan alat untuk memperkaya diri lewat
berbagai penyalahgunaan kekuasaan;korupsi dan suap menjadi fenomena mutakhir
yang lumrah dilakukan oleh para pejabat publik saat ini, bahkan ironisnya,
penyalahgunaan kekuasaan dilakukan oleh persona yang merepresentasikan
institusi negara sebagai penjaga moral bangsa sekalipun.
Jamaah Sholat
Jum’at yang berbahagia
Islam lewat sabda
Nabi Saw memberikan tuntunan bagaimana seharusnya kita mensikapi kepemimpinan
ini. Sejatinya kita jangan memberikan kepemimpinan kepada seorang yang
memintanya apalagi sangat berambisi untuk mendapatkannya.
يا عبد الرّحمن ابن سمرة لا تسأل ال امارة فانك ان
أعطيتها عن غير مسأل أعينت عليها و ان أعطيها عن مسألة وكلت اليها
“wahai Abdurrahmman bin samurah, janganlah engkau meminta
kepemimpin. Karena jika engkau diberi tanpa memintanya, niscaya engkau akan
ditolong. Namun jika diserahkan kepadamu karena permintaanmu, niscaya akan
dibebankan kepadamu (tidak akan ditolong). (HR. Bukhori)
Dalam hadits lain
dapat kita baca sikap Nabi saw ketika
seseorang meminta jabatan kepada beliau, dimana orang itu berkata: "Ya
Rasulullah, berilah kepada kami jabatan pada salah satu bagian yang diberikan
Allah kepadamu. "Maka jawab Rasulullah saw: "Demi Allah Kami tidak
mengangkat seseorang pada suatu jabatan kepada orang yang menginginkan atau
ambisi pada jabatan itu".(H. R. Bukhari Muslim).
Fenomena orang
yang meminta atau berambisi terhadap suatu jabatan sebenarnya telah diprediksi
oleh Nabi saw sendiri sebagaimana sabdanya : انكم ستحرصون على الامارة وستكون نَدَامَةٌ يوم القيامة “sesungguhnya kalian nanti akan sangat
berambisi terhadap kepemimpinan, padahal kelak di hari kiamat ia akan menjadi
penyesalan.
Jamaah sholat
Jum’at yang berbahagia
Demikianlah
khutbah yang singkat ini mudah-mudahan akan menuntun kita untuk bersikap adil;
adil dalam memilih pemimpin dan adil terhadap diri sendiri dan orang lain
ketika kita menjadi seorang pemimpin.
izin share, jazakallah khoiron katsiro
ReplyDeleteizin share, jazakallah khoiron katsiro
ReplyDelete