Pada Khutbah Jum'at kali ini, khotib ingin mengetengahkan bagaimana islam memandang kemiskinan. Kemiskinan mungkin saja menyebabkan kekufuran. Kemiskinan yang dimaksud barangkali adalah
kemiskinan yang disebabkan oleh sistem monopoli penguasa
(negara) terhadap aset-aset produksi atau kekayaan negara dan serta ketidakadilan penguasa dalam menciptakan kesempatan kerja serta pendistribusian hasil-hasil produksi yang tidak merata
kepada semua golongan masarakat. Ini yang dinamakan kemiskinan struktural ; adalah kemiskinan yang disebabkan oleh struktur masyarakat yang timpang, terjadi kesenjangan yang lebar dalam kehidupan ekonomi masarakat disebabkan oleh ketidakadilan tadi, hingga kemudian muncul ungkapan yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin.
Atau bisa jadi kemiskinan memang disebabkan oleh mentalitas masarakatnya yang malas, tidak mempunyai etos kerja, dan memandang kemiskinan sebuah takdir dan menyerah terhadap nasib hidup untuk lebih banyak meminta bahkan merampas ; ini yang dinamakan kemiskinan kultural. Dua bentuk kemiskinan tersebut di ataslah yang menyebabkan banyak menimbulkan penyimpangan-penyimpangan sosial; pencuraian, perampokan, penjarahan dan kerusuhan. Bahkan banyak lagi potret kesenjangan sosial yang nampak dengan merebaknya anak jalanan, gelandangan, pengemis dan orang-orang terlantar lainnya.
Terhadap metalitas atau kultur kemiskinan model tersebut, Nabi saw memberikan arahan lewat sabdanya; "Bolehkah aku meminta dari orang-orang wahai Rasulullah? Muhammad menjawab,"jangan meminta-minta kecuali sungguh-sungguh terdesak, dan mintalah hanya kepada orang-orang yang bijak. Dalam hadits lain, Nabi saw lebih keras mengecam, "barang siapa membuka untuk dirinya sendiri pintu meminta-minta, Tuhan akan membukakan baginya pintu kemiskinan".
Atau bisa jadi kemiskinan memang disebabkan oleh mentalitas masarakatnya yang malas, tidak mempunyai etos kerja, dan memandang kemiskinan sebuah takdir dan menyerah terhadap nasib hidup untuk lebih banyak meminta bahkan merampas ; ini yang dinamakan kemiskinan kultural. Dua bentuk kemiskinan tersebut di ataslah yang menyebabkan banyak menimbulkan penyimpangan-penyimpangan sosial; pencuraian, perampokan, penjarahan dan kerusuhan. Bahkan banyak lagi potret kesenjangan sosial yang nampak dengan merebaknya anak jalanan, gelandangan, pengemis dan orang-orang terlantar lainnya.
Terhadap metalitas atau kultur kemiskinan model tersebut, Nabi saw memberikan arahan lewat sabdanya; "Bolehkah aku meminta dari orang-orang wahai Rasulullah? Muhammad menjawab,"jangan meminta-minta kecuali sungguh-sungguh terdesak, dan mintalah hanya kepada orang-orang yang bijak. Dalam hadits lain, Nabi saw lebih keras mengecam, "barang siapa membuka untuk dirinya sendiri pintu meminta-minta, Tuhan akan membukakan baginya pintu kemiskinan".
Sejatinya
kemiskinan menjadi kebanggaan bagi kaum beriman. Adalah Nabi Saw lah yang
mensabdakan demikian, “kemiskinan adalah kebanggaanku”. Kemiskinan yang dimaksud nabi adalah kemiskinan yang dibalut
dengan sikap kebersahajaan yang tidak meminta walau sebenarnya mereka sangat
membutuhkan (dalam bahasa al-Qur'an al-mahruum). Mereka adalah orang-orang miskin yang tetap menjaga kehormatannya. Kemiskinan seperti inilah yang mendapat tempat dalam kasih sayang Tuhan. Nabi bersabda,"Sesungguhnya Tuhan mencintai seorang muslim dengan sebuah keluarga, yang miskin, dan menarik diri dari perbuatan buruk dan meminta-minta".
Inilah kemiskinan yang menjadi cita-cita Nabi Saw, sebagaimana dalam doanya,
“ya Tuhan, jagalah aku menjadi orang miskin, dan biarlah aku mati dalam keadaan
miskin, dan peliharalah aku diantara orang-orang miskin”.
Dan
inilah sang Nabi Islam, Muhammad Saw yang sikapnya, keberpihakannya dan
perlindungannya terhadap kemiskinan dan orang-orang lemah sungguh
mengagumkan. Coba kita perhatikan salah satu sabdanya,”Aku dan seorang wanita
yang kulit dan pipinya telah hitam karena terbakar matahari akan berdekatan
satu sama lain di akhirat seperti dua jariku; dan ia adalah seorang janda
tangguh, yang kulit dan pipinya menghitam karena menghidupi keluarganya”.
Jamaah
Sholat Jum’at yang dirahmati Allah
Islam
bukan melarang umatnya untuk menjadi kaya, namun kekayaan sejatinya disertai
dengan niat dan motivasi yang benar serta dipergunakan atau dijalankan secara
benar. Nabi saw bersabda, “barang siapa menginginkan dunia dan kekayaannya,
dengan cara yang benar, dalam rangka menjauhkan dirinya dari meminta, dan untuk
menghidupi keluarganya, dan untuk berbuat baik kepada tetangganya, akan datang
kepada Tuhan dengan wajah yang cerah seterang rembulan penuh di hari keempat
belas bulan purnama”.
Harta
kekayaan bagaimanapun adalah bagian dari amanah yang harus disampaikan kepada
yang berhak menerimanya. Pada harta si kaya terdapat hak untuk orang-orang miskin (Q.S.Adzaariyat:19), dan ini yang menjadi fokus dan perhatian risalah agama
ini untuk selalu berpihak dan memperhatikan orang-orang yang lemah. Nabi
selalu mencontohkannya, dan tidak pernah Nabi membiarkan orang yang datang
meminta ke rumahnya pulang dengan tangan hampa. “Oh Aisyah, jangan kamu usir
orang-orang miskin, tanpa memberi apa-apa kepada mereka, meskipun setengah
butir kurma”, begitu sabdanya.
Betapa hubungan si kaya dan si miskin dalam islam begitu indahnya kalau kita memperhatikan dan menjalankannya. Kenapa harus ada monopoli (keserakahan), korupsi dan manipulasi ketika memang harta dalam konsep al-qur'an tidak boleh beredar pada kalangan si kaya saja (Al-Hasyr:7). Dan kenapa harus ada kemiskinan yang terstruktur ketika memang hak-hak si miskin sudah terdistribusikan dengan benar dan adil. Dalam hal ini adalah negara yang mengambil peran berkelindan dengan mentalitas orang-orang kaya di dalamnya yang selalu siap untuk berbagi.
Betapa hubungan si kaya dan si miskin dalam islam begitu indahnya kalau kita memperhatikan dan menjalankannya. Kenapa harus ada monopoli (keserakahan), korupsi dan manipulasi ketika memang harta dalam konsep al-qur'an tidak boleh beredar pada kalangan si kaya saja (Al-Hasyr:7). Dan kenapa harus ada kemiskinan yang terstruktur ketika memang hak-hak si miskin sudah terdistribusikan dengan benar dan adil. Dalam hal ini adalah negara yang mengambil peran berkelindan dengan mentalitas orang-orang kaya di dalamnya yang selalu siap untuk berbagi.
Jamaah
Sholat Juma’at yang dirahmati Allah
Sungguh
bagi Nabi kemiskinan adalah pakaian kebanggaan. Berbeda dengan manusia
kebanyakan menjadikan harta kekayaan sebagai gengsi untuk mencapai penghargaan dan
penghormatan di mata manusia. Kemiskinan bagi Nabi adalah jalur cepat untuk
menggapai kecintaannya kepada umatnya. “Seorang lelaki datang kepada Muhammad
dan berkata, “sesungguhnya aku mencintaimu”. Dia menjawab, “lihatlah apa yang
kamu katakan.”dan lelaki itu berkata, “Demi Tuhan, Aku mencintaimu,”dan
mengulanginya dua kali. Baginda Nabi berkata, “jika kamu tulus, maka siapkan
dirimu untuk kemiskinan: karena kemiskinan mencapai dia yang mencintaiku lebih
cepat daripada arus menyentuh lautan”.
Miskin
dari harta kekayaan sejatinya bukanlah kemiskinan sebenarnya, karena kekayaan
itu memang bukan berasal dari kelimpahan barang-barang duniawi, melainkan dari
pikiran yang berpuas diri.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteini seo pak klik seo
ReplyDeleteini ada lagi yang baru
ReplyDeletetes
ReplyDelete