Tuesday, September 17, 2013

Mutiara-Mutiara Syawal

Posted by KHUTBAH | 6:06 PM Categories: , ,


Jum’at ini adalah Jum’at pertama di bulan Syawal, tepatnya adalah tanggal 6 Syawal 1433 H, masih dalam suasana bahagia bagi umat islam, suasana berlebaran, Hari Raya Idul Fitri, suasana saling bersilaturahmi dan saling memaafkan antar sesama setelah berpuasa 1 bulan lamanya di bulan Ramadhan. 6 hari berlalu pada bulan syawal ini tentunya masih membekas kesan yang mendalam saat ruhani menemukan kepuasannya selama menjalankan ibadah puasa, saat puncak keharuan pada malam takbiran, saat senyum merekah tulus menyertai jabat tangan pada keluarga, sanak saudara, kerabat atau tetangga.


Tidak akan kita biarkan berlalu dengan sia-sia sebuah masa atau peristiwa tanpa terlebih dahulu akan kita petik berbagai hikmah, I’tibar, atau pelajaran, yang ada di dalamnya. Ramadan dan hari raya ini tentunya, ada beberapa hikmah yang dapat khotib rangkum di sini, diantaranya:

1. Puasa melahirkan jiwa baru. 

Cukup bagi Allah 1 bulan lamanya dalam setahun untuk mereformasi manusia dari segenap aspeknya, menjadi pribadi yang kembali kepada fitrahnya, kembali kepada jalan lurus agamanya. Ada rahasia besar yang direncanakan Tuhan kepada hambaNya selama berpuasa yaitu keniscayaan terjadinya perubahan; perubahan yang terjadi pada diri hamba bagi yang benar-benar memahaminya; boleh jadi perubahan sikapnya, perubahan pola pikirnya, perubahan gaya hidupnya, bertambah motivasinya dan luhur orientasi hidupnya dan lain sebagainya. Dan yang pasti, dengan berpuasa 1 bulan, Allah ingin melanggengkan dan melestarikan makhlukNya. Mengapa demikian? Hal mana Allah telah memberikan ilustrasi kongritk bagi sebagian kehidupan hewan, betapa dengan berpuasa kelangsungan hidup tetap lestari. Contohnya apa yang terjadi pada ayam, sang induk ayam butuh waktu 21 hari berpuasa, mengerami telurnya, untuk melahirkan keturunannya atau generasi barunya. Kemudian apa yang kita kenal masa-masa shedding (ganti kulit) pada ular. Ular butuh waktu sekitar 1 minggu berpuasa saat ia ingin meremajakan kulitnya, mengelupas kulit yang lama berganti kulit yang baru agar tetap terjaga elastisitas dan kelenturannya dalam bergerak. Demikian juga apa yang terjadi pada proses metamorphose kupu-kupu. Butuh waktu 10 hari bagi sang ulat yang hina dan menjijikan, lagi merusak, terbungkus dalam kepompong untuk kemudian berubah menjadi makhluk yang cantik, bisa terbang, dan berguna bagi tanaman dalam proses perkembangbiakannya, ialah bernama kupu-kupu. Itulah makna puasa pada hewan yang ber-efek pada kelestarian dan kelangsungan hidup hewan tersebut. Bagaimana dengan manusia yang berpuasa selama 1 bulan? Dalam sebuah hadits qudsi, Allah swt berfirman: “barang siapa yang berpuasa untukKu, maka Aku ganti otaknya dengan otak yang baru, tulangnya dengan tulang yang baru, darahnya dengan darah yang baru”. Demikianlah hikmah atau filosofi puasa yang dijalankan bagi umat islam yaitu akan melahirkan jiwa baru. Maka tidaklah berlebihan sabda Nabi yang menyatakan bahwa di hari raya ini, umat islam yang berpuasa seperti bayi yang baru dilahirkan. Sejatinya manusia mendapatkan perubahan besar dalam hidupnya setelah Ramadhan berpuasa. Dan saat hari raya ini adalah momen terbaik manakala kita menatap optimis masa depan kita bahwa hari esok akan lebih baik dari hari yang sekarang.

Jamaah Sholat Jum’at yang berbahagia

2.     Silaturahmi, momen refleksi dan empati

Sebuah tradisi yang amat membanggakan bagi kaum muslim ketika berhari raya lebaran adalah tertanamnya tradisi silaturahmi dalam arti saling bertemu atau mengunjungi antar sesama keluarga, kerabat atau teman. ada banyak sejatinya hikmah dari saling bersilaturahmi di hari raya ini, diantaranya adalah: pertama, silaturahmi dapat membuka wawasan baru. Dengan bertemunya antar teman atau kerabat yang sudah lama tak bertemu, tentu ada banyak hal yang akan saling dikemukakan; saling berbagi informasi, bertukar pengalaman dan fikiran tentu akan memperkaya pengetahuan dan wawasan kita dalam beragam bidang. Kondisi, situasi atau keadaan teman atau kerabat kita saat ini akan menjadi cermin dan sumber refleksi bagi diri kita betapa diri ini masih penuh dengan kekurangan yang harus segera diperbaiki. Yang kedua dari hikmah silaturahmi adalah bahwa silaturahmi melahirkan empati. Silaturahmi sebagaimana arti asal katanya, “menyambung kasih sayang”, berarti kita harus menjadikan momen pertemuan kepada sesama sebagai momen untuk merajut atau menebarkan kasih sayang. Prinsipnya, selalu melihat kebawah tidak ke atas, tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah. Apabila kita temukan orang yang sedang membutuhkan pertolongan, maka ulurkan tangan kita untuk ikhlas menolongnga. Apabila kita temui orang yang sedang sakit, sudikan diri kita untuk mewarkan obat atau mengantarkannya berobat. Apabila kita temui orang yang tidak memiliki pengetahuan, maka sudikah kiranya kita dapat mengajarinya. Demikianlah beberapa contoh makna silaturahmi yang seharusnya sebagaimana misi nabi saw. wa maa arsalnaaka illa rahmatallil’alamiin, dan tidak Ku utus engkau Muhammad kecuali menjadi rahmat bagi semesta alam. Dan sebagaiamna juga sabda Nabi saw: irhamuu maa fil ardhi wa sayarhamu man fii assamaa-sayangilah apa yang ada di bumi niscaya apa yang ada di langit akan menyayangimu.

Jamaah Sholat Jum’at yang berbahagia



3.     Saling memaafkan

Terlepas dari kesan formal berjabat tangan dan ucapan kata maaf dibibir kita, ada kesan mendalam yang ingin kita ungkapkan sebagaimana firman Allah dalam surat Ali Imron ayat 133-134 :

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَاْلأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ . الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّآءِ وَالضَّرَّآءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa,
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.

Poin yang ingin khotib sampaikan dari ayat di atas adalah bahwa ada 3 tingkatan manusia dalam memberikan maaf kepada orang lain: pertama, al-kadziminal ghaidzho, menahan amarah, pada tingkatan ini manusia berusaha menahan amarahnya meskipun masih ada bekas luka dihatinya, masih tersimpan dendam dihatinya, akan tetapi dia berusaha untuk tidak memperturutkan kata hatinya tersebut. Kedua, al-‘afiina aninnaas, memaafkan (kesalahan) orang lain, pada tingkatan ini dia berusaha menghapus bekas luka atau dendam yang ada dalam hatinya, tidak lagi tersisa kesalahan orang lain menempel pada hatinya, ia sudah memaafkannya. Namun pada tingkatan ini boleh jadi kita masih mengabaikan kontak hubungan, tidak saling bersinggungan kembali. Ada tingkatan ketiga yang lebih tinggi lagi dalam kontek ayat ini, yaitu al-Muhsinin, yaitu orang yang tidak hanya mampu menahan amarahnya, tidak hanya dapat menghapus luka dan dendam di hatinya, akan tetapi ia dapat berbuat baik kepada orang yang melakukan kesalahan terhadap dirinya. Inilah yang dikatakan Allah; waAllahu yuhibul muhsinin, Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.

Jamaah Sholat Jum’at yang berbahagia

Bukan perkara mudah kita mampu menahan marah kita terhadap orang yang berbuat salah kepada kita kemudian  kita hapuskan luka di hati kita, seraya menutup lembaran lama membuka lembaran baru apalagi sampai kita mampu berbuat baik kepadanya. Dibutuhkan tingkat keimanan yang tinggi untuk dapat melakukan itu semua. Inilah derajat orang-orang yang bertaqwa sebagaimana konteks ayat ini. Mudah-mudahan kita dapat memetik hikmah di hari raya lebaran ini, semoga tahun ini akan lebih baik dari tahun kemarin, dan semoga kita akan dipertemukan dengan Ramadhan dan Hari raya di tahun mendatang. Amin ya Rabbal alamin.

0 komentar:

Post a Comment

  • RSS
  • Delicious
  • ini apa
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube